Welcome to My Sanctuary

If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer...
If you're a pretender, come sit by my fire.
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!


(INVITATION - Shel Silverstein)

Tuesday, August 21, 2012

Indahnya Sebuah Idul Fitri

Malam terakhir bulan Ramadhan, kami memutuskan untuk menikmati sesantai mungkin. Sabtu pagi kami bermalas-malasan. Anak-anak kami biarkan tidur lama sementara suami asyik main game. Begitu menjelang tengah hari, saya baru bergerak dan pergi ke laundromat, supaya tidak punya hutang cucian kotor saat Lebaran. Sore itu kami nikmati sekeluarga untuk berbelanja kebutuhan untuk memasak santapan Idul Fitri dan mencari jajanan untuk buka. Di jalan menuju kembali ke rumah, kami melewati jalanan yang jarang ada penerangannya dan yang berupa hutan kecil. Langit malam di akhir Ramadhan ditaburi bintang-bintang yang jadi perhatian kami. Dari mobil yang melaju, anak-anak ribut mencari dan menyebutkan nama-nama rasi bintang atau bintang yang mereka tahu. Sementara saya menikmati pemandangan langit malam sambil terharu. Itulah malam takbiran kami. Allahu Akbar Wa lillahil hamd (Allah Maha Besar. Segala puja dan terima kasih pada-Nya).

Sesampainya di rumah sudah malam dan saya mengantuk sekali. Tapi saya belum menyiapkan makanan buat Idul Fitri keesokannya. Saya berusaha bertahan memasak ketupat dan sambel goreng rempah yang baru saya mulai pukul 10:30 malam. Selain itu saya juga menyiapkan hadiah buat beberapa teman yang mau saya berikan esok harinya. Saya baru tidur pukul 3:30 pagi hari Minggu atau hari Lebarannya. Pukul 6 pagi saya dibangunkan suami dan langsung bergegas bersiap-siap untuk sholat Eid. Sholat Eid tahun ini dilaksanakan di sebuah gymnasium SMA yang di tahun-tahun sebelumnya juga pernah dipakai. Tapi sayangnya, hampir setiap pagi saat bersiap-siap untuk sholat Eid ini, pasti keadaan agak kacau dan buru-buru. Anak-anak yang masih mengantuk, ada yang mengeluh belum sarapan, belum lagi yang harus bergantian memakai kamar mandi dan lain-lain. Rasanya sesudah sebulan berusaha menahan amarah, pagi itulah kesempatan untuk mengomel dan marah-marah tiba-tiba saja terbuka. 

Jalanan di Minggu pagi kemarin masih sepi saat kami menuju gedung SMA bernama Career High itu. Sholat Eid dimulai pukul 7:30 dan rupanya kami datang di babak pertama sholatnya. Sholat keduanya akan dilakukan pada pukul 9 pagi. Orang-orang yang mengikuti sholat babak pertama tidak banyak. Ada dua ibu Indonesia lain yang sholat bersama saya dan dua putri saya. Sholat Eid kami berjalan lancar. Satu hal yang menarik saat sholat berlangsung adalah sewaktu sang Imam berhenti saat membaca Surat Quran karena lupa. Langsung seketika itu juga selang sekian detik beberapa jamaah pria menyambungkan ayat berikutnya. Kejadian yang menandakan bahwa seorang pemimpin itu bukanlah manusia yang sempurna. Dia bisa melakukan kesalahan dan harus mau dikoreksi dan dibantu oleh anak buahnya. Di lain pihak menjadi anak buah bukan berarti cuma bisa mengikuti pemimpinnya secara buta atau lepas tangan saat harus bertanggung jawab juga. Sebuah contoh yang sangat bagus bagaimana umat Muslim yang beraneka bangsa, latar belakangnya dan majemuk budayanya bisa menyatu saling membantu untuk kelangsungan beribadah.

Sesudah sholat Eid dua rakaat, kami mendengarkan khutbah dari sang Imam. Khutbahnya kali ini enurut saya menarik sekali. Hal pertama yang saya perhatikan, sang Imam membahas mengenai bermaaf-maafan. Dia menyinggung mengenai hakikat Fitrah supaya kita belajar untuk memaafkan dan melupakan. Anjurannya, begitu sholat Eid selesai untuk mendatangi keluarga, saudara dan teman-teman dan saling memaafkan. Hal ini yang sudah jadi tradisi di Indonesia saat Lebaran, bukan hal yang umum dilakukan umat Muslim bangsa lain seperti dari Afrika atau Timur Tengah dan Amerika. Hal kedua yang lebih menarik lagi adalah himbauan sang Imam untuk umat Muslim supaya meniadakan rasialisme. Kaget akan kenyataan ini? Padahal memang benar adanya, terutama menyangkut sebuah masjid. Di Amerika, masjid lebih dikenal lewat kebangsaan atau asal negara umat yang mendatanginya. Ada masjid orangTurki, masjid orang Arab, masjid orang Indonesia, masjid orang Pakistan, masjid orang Black Muslim. Sang Imam meprotes perbedaan yang mendasarkan pada kebangsaan dan asal negara ini. Katanya, kalau mau mendatangi masjid, datanglah karena masjid itu masjidnya Allah, bukan masjidnya bangsa A atau bangsa B. Himbauannya untuk meniadakan rasialisme ini benar-benar mengena dan bertujuan untuk menyatukan umat Muslim keseluruhan terutama di Amerika Serikat yang kaum Muslimnya minoritas.

Senja di malam terakhir Ramadhan menjelang Syawal.



Mendengarkan khutbah Imam sesudah sholat Eid.


Masakan untuk Idul Fitri, sambal goreng rempah daging giling.



No comments:

Post a Comment