Welcome to My Sanctuary

If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer...
If you're a pretender, come sit by my fire.
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!


(INVITATION - Shel Silverstein)

Tuesday, August 7, 2012

(Cerita Anak SMA): Menemukan Jatidiri

Mendekati kenaikkan kelas dari kelas 1 ke kelas 2 di SMANDEL lain lagi ceritanya. Karena untuk kelas 2 berarti ada penjurusan, berarti pula nilai-nilai dan bakat menentukan penjurusan itu. Saat di kelas 1 itu juga kami mengikuti tes psikologi yang katanya bisa menelaah penjurusan kami di kelas 2. Hasil dari tes saya, saya cocok bekerja di laboratorium. Hm, saya terbayang untuk menjadi seorang Biologist atau ahli Botani. Begitu ulangan demi ulang berlangsung, hasil nilai-nilai saya berada di perbatasan antara penjurusan A2 yaitu penekanan ilmu Biologi dan A3 penekanan ilmu Sosial. Sementara keinginan bapak saya masuk jurusan IPA, yang dengan berat hati tidak mungkin. Karena nilai-nilai saya dalam beberapa mata pelajaran utama A1 (Matematika & Fisika) kurang bagus. Di sinilah saya bernegosisasi dengan bapak, sambil sedikit memberikan gambaran kalau sama masuk A2 saya bakal jadi apa. Saya bilang ke bapak, saya mau jadi insinyur kehutanan dan bapak tentu saja keberatan melepas saya ke hutan belantara. Pilihan saya sendiri lebih berat untuk masuk jurusan A3, karena saya bisa mempelajari bahasa asing lain selain Inggris dan mempelajari Akutansi. Nilai Matematika saya bisa jadi jarang bagusnya, tapi nilai Akutansi saya selalu tinggi. Akhirnya bapak menyerah dan memperbolehkan saya masuk A3 dengan syarat nilai-nilai saya harus bagus, betul-betul bagus.

Sewaktu angkatan 92 si SMANDEL ini ada era baru, begitu ungkapan para guru kami, dimana jumlah kelas jurusan Sosial sama banyaknya dengan jurusan IPA. Dalam kebiasaan di SMANDEL ini berarti dianggap penurunan kualitas dan kami waktu itu sebagai anak-anak Sosial bercita-cita untuk menunjukkan kemampuan kami yang bisa membanggakan. Tidak enak rasanya dijadikan "anak bawang" dan hanya dilihat sebelah mata. Menurut para guru, dalam sejarahnya, kelas jurusan Sosial itu paling banyak 2, sedangkan saat angkatan 92, ada 5 kelas. beda satu kelas dengan jurusan IPA, dan melebihi satu kelas dari jurusan Biologi. Saya sendiri, lebih nyaman di jurusan Sosial, serasa berkecimpung di dunia yang mengasyikkan. Betul saja, pelajaran-pelajaran yang saya cintai seperti Sejarah, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Akuntansi, menjadi keutamaan saya. Hal lainnya yang membuat kejutan, saya berhasil memperbaiki nilai-nilai saya begitu naik kelas 2.

Saat di kelas 2 ini juga merupakan masa jaya saya dalam bidang suara. Saya memilih untuk masuk menjadi anggota Seksi Kesenian dan menjadi anggota istimewa Sub-seksi Paduan Suara. Awalnya anak-anak kelas 1 diberikan pengarahan dan pengetahuan mengenai organisasi dan kegiatan di sekolah. Masing-masing anak bisa memilih untuk menjadi anggota utama sebuah seksi kegiatan dan bisa menjadi "penggembira" seksi lainnya. Waktu itu saya langsung kepincut dengan Seksi Kesenian dan Media Siswa. Karena kami hanya diperbolehkan memilih satu seksi yang uatama, saya pilih Seksi Kesenian. Untuk menjadi anggota dari sub-seksi Paduan Suara saya harus melalui sebuah audisi. Seorang kakak Senior bernama mbak Ade yang memimpin audisinya beserta dua kakak senior lain. Mulanya saya diminta mengikuti nada-nada dari sebuah keyboard. Lalu saya disuruh memilih sebuah lagu untuk dinyanyikan. Saya masih ingat reaksi mbak Ade dan dua senior lainnya. Mereka saling melirik dan berpandangan, mengangguk dan sedikit menyungging senyum. Sesudah saya menyanyi, mbak Ade memberitahu kalau saya resmi diterima di Paduan Suara SMANDEL dan menjadi salah seorang Soprano. 


Sejalan dengan resminya saya menjadi anggota sub-seksi Paduan Suara, tiap akhir pekan saya harus datang mengikuti latihan yang lebih sering menjemukan. Tapi saya punya kawan-kawan sesama penyanyi di sini, sehingga saya menikmati saja latihan demi latihannya. Tiba saatnya kami diajak untuk memperlihatkan kemampuan Paduan Suara SMANDEL di acara aubade di beberapa perhelatan penting. Karena SMA kami termasuk SMA ternama dan disegani, kami hampir selalu diundang untuk menyanyi di acara-acara penting bertema kenegaraan. Seperti misalnya acara peringatan Sumpah Pemuda, Kebangkitan Nasional, dll. Kesempatan berjalan-jalan ke luar saat jam sekolah juga jadi hal yang menarik. Sebab tiap kali saya dan teman-teman lain dibutuhkan untuk latihan atau tampil, kami akan selalu mendapatkan ijin khusus untuk tidak hadir di kelas. Menurut salah seorang guru yang melepas kami suatu waktu untuk tampil di acara di Stadion Senayan, kami adalah duta dari SMANDEL dan membawa misi penting. Tentunya kami bangga mendengar ini, apalagi saat kami bisa melihat langsung Presiden Soeharto yang melambaikan tangan saat melewati bagian tempat duduk kami.

Selain tampil di aubade, saya berkesempatan tampil di acara di sekolah lain mewakili SMANDEL. Sementara itu meski SMA kami terkenal karena prestasi akademiknya, kegiatan seni kami juga mumpuni. Ada acara Malam Kesenian, acara terbesar yang pernah saya ikuti di SMA. Bintang tamunya grup musik Karimata. Saya dan beberapa teman berkesempatan bertemu muka dengan Chandra Darusman, Erwin Gutawa dan berphoto bersama. Pucuk dicinta ulam tiba, untuk para fan berat mereka. Sebelum tampil di tiap acara inilah yang menarik buat saya, karena saya harus meminta dana khusus dari orang tua untuk membeli pakaian tertentu (seragam paduan suara) atau sepatu. Orang tua saya sempat keberatan dengan kesibukkan saya di paduan suara, tapi saya tetap bisa mengikuti pelajaran dengan baik, jadi tidak ada masalah.


Hal lain yang sangat berkesan untuk saya saat kelas 2 adalah pertama kalinya saya mengikuti STUDY TOUR ke luar propinsi. Ada tiga pilihan kota untuk study tour yang berbeda pula biayanya: Jakarta, Bandung dan Jogjakarta. Paling jauh tempatnya, berarti paling besar biayanya, sebesar Rp 150 ribu. Bapak saya ngotot saya disuruh memilih di Jakarta saja dan saya protes berat. Saya ingin ke Jogja. Dorongan ini ditambah karena sahabat saya bertujuan pergi ke Jogja juga. Saya dan bapak kembali bernegosiasi, syaratnya saya harus masuk tiga besar di kelas. Saya sangsi dan sudah membayangkan pergi study tour di Jakarta. Ternyata bapak dapat kejutan, begitu juga saya saat bapak sendiri yang mengambil rapor. Saya menunggu dengan perasaan campur-aduk di rumah, tidak sabar untuk melihat hasil rapor. Bapak pulang dan bilang saya boleh ke Jogja. Betapa senangnya! Saya buktikan ke bapak, saya bisa meraih ranking 2 di kelas. Perjalanan jauh saya pertama kali tanpa keluarga itu berawal dari stasiun kereta Gambir. Cerita study tour ke Jogja ini sendiri bisa saya buat menjadi sub-story khusus karena banyak sekali yang bisa saya ceritakan. Intinya, saat kelas 2 di SMA, saya menemukan jati diri saya lewat bakat saya di bidang suara dan kepandaian dalam bidang ilmu-ilmu sosial. Saya bisa menunjukkan terutama ke orang tua, saya bukanlah ABG biasa.


Cerita akan bersambung lagi...


D. Yustisia
Photo-photo koleksi pribadi saat saya kelas 2 SMA





3 comments:

  1. masih inget betul sm foto yg paling bawah....ini lho foto yg aku maksud wkt kita ngobrol di telpon hahaha...ternyata aku terbalik ingatnya antara Yunita & Dian

    ReplyDelete
  2. Beneran masih ingat? Wah, sudah beberapa puluh thn yg lalu kan itu aku kasih ke kamu. Kok bisa sampai terbalik ingatnya?

    ReplyDelete
  3. iya ingatlaah, krn melalui foto itu aku kan jd ingat klo punya teman yg namanya Dian yg sekolahnya di SMANDEL hahaha. Aku ingatnya yg baju putih itu Yunita..Uuups sorry....

    ReplyDelete