Welcome to My Sanctuary

If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer...
If you're a pretender, come sit by my fire.
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!


(INVITATION - Shel Silverstein)

Monday, September 30, 2013

Menonton Konser Yale Philharmonia Orchestra

Setiap kali ada kesempatan menonton gratis penampilan para pemusik dari Yale School of Music, kami sekeluarga pasti antusias untuk menghadirinya. Program gratis ini merupakan bagian dari penampilan berkala yang diadakan yale School of Music untuk mengenalkan para mahasiswanya juga professor atau gubahan-gubahan lama yang jarang sekali ditampilkan, atau gubahan yang baru lahir. Buat kami, datang ke konser yang menampilkan sekumpulan orang muda berbakat terutama pemain musik dengan beragam kepandaian, jadi program khusus keluarga. Karena ketiga anak kami belajar dan mendalami musik, maka hadir di sebuah konser terutama yang menampilkan karya-karya para penggubah lagu yang besar namanya dan sulit gubahannya, bisa membuka wawasan mereka dan menambah keinginan mereka untuk berlatih lebih giat. Kami beruntung tinggal di dekat perguruan tinggi seperti Yale University yang program musiknya berkelas dunia. Kegiatan ketiga anak kami dalam bidang musik pun tidak jauh dari beberapa program yang diasuh atau dirancang oleh Yale School of Music. 

Hari Jumat 2 minggu yang lalu, saya, suami dan si sulung, menghadiri konser dari Yale Philharmonia Orchestra di gedung bernama Woolsey Hall di kota New Haven. Beberapa pemain yang terlibat dalam orkestra ini adalah guru musik anak-anak saat mereka berlatih dengan Yale School of Music selama liburan musim panas kemarin. Itulah kenapa si sulung termasuk yang paling antusias untuk datang ke konsernya. Konser dimulai pukul 8 malam dan kami tiba di sekitar gedung untuk mencari parkir setengah jam sebelum konser dimulai. Begitu memasuki lobby Woolsey Hall, kami meneruskan menuju bagian rotundanya, dimana beberapa mahasiswi mempersilahkan para penonton untuk masuk (disebut "usher") dan sebagian membagikan program konser. Program konser berisi nama dari orkestra yang tampil, lalu nama-nama para konduktor, diikuti dengan nama gubahan dan penggubahnya. Saat orkestra kemarin, Yale Philharmonia Orchestra membawakan beberapa gubahan karya Richard Wagner, Ludwig Van Beethoven dan Igor Stravinsky. Ada pemusik tamu, yaitu professor piano bernama Boris Berman yang menampilkan Piano Concerto karya Beethoven dengan menakjubkan. Konser berakhir saat sederetan bagian dari gubahan Stravinsky selesai diperdengarkan dan penonton langsung menyambut meriah dengan tepuk-tangan, sorakan "bravo" dan "standing ovation" yang cukup lama. Sungguh penampilan yang penuh semangat dan sangat jempolan.

Saya ingin menguraikan aturan yang harus dipatuhi saat menghadiri konser musik klasik. Kami sekeluarga belajar mengetahui aturan tidak tertulis ini karena sudah beberapa kali menghadiri recital atau konser anak-anak. Hal-hal yang harus diingat adalah sebagai berikut:

1. Pastikan berbagai macam benda elektronik yang kita bawa dimatikan atau dipasang untuk bergetar saja.

2. Kalau mau mengambil photo, lakukan sebelum acara mulai atau saat ada intermission atau waktu jeda memasuki babak selanjutnya. Jangan pernah mengambil photo saat konser berlangsung (kecuali diperbolehkan), apalagi menggunakan flash atau blits.

3. Saat membaca program dan melihat ada nama gubahan yang diikuti dengan angka Romawi I, II atau III dan seterusnya, itu berarti ada Movements atau bagian gubahan yang bisa dimainkan sendiri per bagian atau bersama. Aturannya adalah menunggu sampai semua Movements dimainkan baru kita bertepuk-tangan. Biasanya kita akan tahu saat sang konduktor berhenti memimpin konsernya.

4. Sewaktu intermission berlangsung yang biasanya 10-15 menit, usahakan segera ke kamar kecil dan makan atau minum sedikit. Karena saat konser berlangsung, penonton dilarang keras makan atau minum dan karena konsernya bisa lama ada baiknya makan atau minum sedikit. Itulah kenapa ada baiknya membawa permen terutama yang mint.

5. Sesudah konser selesai, sangat dianjurkan untuk mengemukakan kesukaan kita lewat teput tangan yang meriah, berdiri menghormati sang konduktor dan para pemain orkestra dan/atau mengelu-elukan mereka dengan bersorak "bravo".


Berikut adalah beberapa photo yang saya ambil sebelum konser berlangsung.


Bagian panggung Woolsey Hall yang dibangun tahun 1901, dimana Newberry Memorial pipe organ berada.



Langit-langit Woolsey Hall yang menawan.



Bagian kiri balkon di lantai dua. 



Para anggota Yale Philharmonia Orchestra terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi yang mengambil program S2 dalam bidang musik, sedang melakukan pemanasan dan menyamakan suara.



Mimpi Buruk Setiap Tanggal 30 September

Masa kecil kebanyakkan anak Indonesia di masa pertengahan tahun 80-an sampai akhir, mestinya tidak ternodai oleh sebuah mimpi buruk yang diharuskan pihak sekolah untuk ditonton, yang dalam hal ini karena pemerintah memerintahkannya. "Jangan lupa untuk menonton filmnya", begitu guru saya dan teman-teman sekelas di kelas 4 (atau 5) berpesan sebelum kami pulang sekolah. Gembar-gembor mengenai sebuah film yang katanya memperlihatkan sebuah peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia akan diputar malam itu, tanggal 30 September. Hampir semua warga tidak sabar menunggu untuk menonton pemutaran perdana film berjudul Pengkhianatan G3-S/PKI di televisi (saat itu hanya TVRI yang ada). Saya ingat malam hari sekitar pukul 8, kami sekeluarga berkumpul menungu film yang dibuat berdasarkan sejarah itu diputar. Yang saya ingat dari film itu adalah suasana suram dan misterius sejak film dimulai. Tidak ada keceriaan di filmnya, padahal saya dan banyak anak lain di saat yang sama sedang memandangi TV dengan seksama. Saya dari kecil cinta sejarah dan pengetahuan lewat sebuah film yang mengulas kronologi peristiwa Gerakan 30 September yang didalangi PKI, tentunya bisa jadi bahan acuan di sekolah. Rasa keingintahuan seorang anak yang jiwanya masih polos jadi pendorong buat saya yang duduk tenang menunggu di depan televisi.

Kenyataannya, adegan demi adegan yang saya tonton bukanlah hal yang pantas disaksikan seorang anak, apalagi yang masih di bawah usia 14 tahun. Saya saat itu masih kelas 4 (atau 5 SD). Film yang suasana dan warnanya menyesuaikan dengan keadaan di tahun 1965 itu tiba-tiba menjadi film paling menyeramkan buat saya. Beberapa kali saya menahan nafas karena rasa takut dan tegang melihat sepak-terjang pelakon cerita yang menganiaya sedemikian rupa beberapa anggota militer dan menembak seorang anak perempuan, yang jadi korban peluru nyasar. Saya ingat betapa jari-jari tangan dan kaki saya dingin dan terasa kaku, karena saya tidak berani bergerak. Kalau seharian itu hari saya cerah-ceria, maka malam itu saya bertemu dengan monster yang menakutkan. Tapi saya ingat pesan guru saya untuk menyimak film ini supaya nanti bisa berdiskusi di sekolah. Padahal saya ingin sekali bersembunyi dan mematikan TV. Bapak berkeras untuk terus menonton dan suara demi suara yang menyeramkan, bahkan musiknya yang menjadi pengiring seakan menjanjikan tidak akan ada mimpi indah malam itu buat saya. Dua adik saya lebih muda dan mereka belum mengerti benar isi filmnya. Keuntungan mereka, mereka bisa tidur dikeloni ibu kami yang tentu saja seperti tameng dari segala rupa mimpi buruk. 

Film berdarah yang naskahnya ditulis oleh Arifin C. Noer dan juga sebagai sutradaranya menerima penghargaan piala Citra di tahun 1984. Kepopulerannya terasa sekali di mana-mana. Tidak ada satu pun orang tua atau pihak guru di sekolah yang memprotes adegan-adegan di film G30S, meskipun jelas sekali penyiksaan demi penyiksaan dan pembunuhan keji dipertontonkan untuk umum tanpa sensor sedikit pun. Usai dari menonton film itu, malam sudah larut dan saya beserta anggota keluarga lain beristirahat. Betapa malangnya saya yang mau tidak mau memutar kembali adegan demi adegan menyeramkan dalam kepala saya. Saya coba untuk memejamkan mata, tapi di telinga saya seakan terdengar suara jeritan, musik menyeramkan dan tawa dari Gerwani dari filmnya. Jantung saya berdebar keras, seakan saya mati kutu malam itu. Saya berusaha tidur dan menempel adik saya yang sudah lelap, tapi segala macam bunyi yang ada di rumah saat malam, jadi tambahan hal yang menyeramkan. Kebetulan saya tidur dekat jendela di kamar dan bayangan-bayangan buruk akan sosok laki-laki yang digambarkan memasuki rumah para Jenderal yang diculik dan dianiaya, membuat saya tidak berani bergerak sama-sekali semalaman. Tubuh saya kaku karena tidur miring, tidak berani membalikkan badan karena akan melihat jendela di kamar. Detik jam terdengar merangkak perlahan dan rasanya lama sekali saya harus menunggu sampai hari terang kembali dan rasa takut saya punah. Saya meringkuk memeluk guling, merasakan tubuh saya yang lelah karena tak bisa tidur sama sekali. Meskipun saya memejamkan mata, tapi pikiran saya kemana-mana, berusaha melupakan gambar-gambar bergerak yang menyesatkan dan mengusir suara-suara yang terpatri dalam ingatan. Ingin rasanya saya bangunkan orang tua saya, tapi mereka jauh di sana, dan saya tidak berani sama sekali bangun dari tempat tidur.

Akhirnya, sesudah entah berapa jam saya lalui dengan perasaan takut yang luar biasa, adzan Subuh terdengar dari mesjid. Tiba-tiba saya lega sekali dan saya baru berani menggerakkan badan saya, meluruskan kaki yang kakunya bukan main. Leher saya sampai sakit karena tidur miring semalaman. Ketika suara kokok ayam juga terdengar dan sinar matahari mulai terlihat dari jendela, saya baru berani terlentang dan kali ini benar-benar memejamkan mata untuk tidur. Sayangnya, pagi itu saya harus sekolah dan buat seorang anak berumur 9 tahun yang semalam-suntuk merasakan takut yang bukan main, lalu harus datang ke sekolah untuk membahas film horror yang baru ditontonnya semalam, rasanya aneh sekali. Perasaan aneh itu tiap kali muncul lagi begitu kalender menunjukkn tanggal 30 September. Ada hal yang tidak bisa saya ungkapkan, tapi ada trauma yang seakan melingkupi saya tiap kali Hari Kesaktian Pancasila mendekat. Saya tidak pernah menanyakan kebenaran isi film Pengkhianatan G3-S/PKI. Buat saya, tidak ada hal yang bisa membuat saya lupa akan ingatan saya di malam 30 September hingga pagi 1 Oktober itu. Saat saya diajak untuk mengunjungi monumen Pancasila Sakti, saya langsung menolak tanpa memberi alasan apapun. Saat mendengar ada orang menyebutkan tentang Gerakan 30 September, rasa mual datang dan perasaan sedih bukan kepalang menyerbu. Kalau memang tujuan dari pemutaran film tersebut adalah sebuah propaganda dari pemerintahan Orde Baru, saya yakin mereka  berhasil dengan gemilang. Ya, mereka berhasil membuat anak-anak ketakutan dan bermimpi buruk setiap kali 30 September datang.


(Catatan: Sejak tahun 1984 sampai tahun 1998 pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI merupakan keharusan tiap tanggal 30 September. Kemudian Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mengeluarkan larangan untuk memutar film ini sejak tahun 1998.)

Photo dari indonesiakaya.com

Wednesday, September 4, 2013

Sekilas Tentang Wilmington: Delaware Children's Museum

Setelah kami sekeluarga menempuh perjalanan dari tempat kami tinggal menuju negara bagian Delaware, tepatnya kota Wilmington, sejauh 200 miles lebih atau 327 km, selama lebih dari 3 jam, anak-anak mulai resah. Begitu kami memasuki kota Wilmington yang terlihat sepi meskipun hari itu hari kemerdekaan Amerika, kami segera mencari tempat menarik untuk dikunjungi. Satu tempat yang saya temukan lewat pencarian di Google adalah Delaware Children's Museum yang ternyata mudah kami temukan. Museum berlantai satu ini terletak di pinggiran sungai Christina di kota Wilmington. Delaware Children's Museum adalah satu-satunya museum anak di negara bagian Delaware yang diresmikan pada 24 April 2010. Wujud bangunan museum ini menyerupai loft atau ruangan luas tanpa pembatas. Bagian luar museum dicat dengan warna kuning untuk menarik perhatian. Lapangan parkir di seberang gedung museum sangat luas dan terbuka. Sebuah menara menghiasi bangunan museum yang menyerupai mainan balok-balok kayu yang bertumpuk.





Hal pertama yang kami lihat saat memasuki Delaware Children's Museum adalah sebuah bangunan unik menyerupai stratosphere yang terbuat dari metal dan seperti kerangka dan di dalamnya terdapat bentuk-bentuk dari kayu yang bergelombang. Bangunan ini dibentuk seperti planet Saturnus yang mencerminkan sisi seni kontemporer di museum. Ini karena Delaware Children's Museum termasuk ke dalam bagian dari Delaware Center for Contemporary Art. Anak-anak bisa masuk dari bagian bawah stratosphere dan memanjati bagian kayu bergelombang sampai ke bagian atasnya, lalu mencapai puncaknya yang akan membuka menuju jalan kecil yang mengelilingi bangunan tersebut, lalu menuju tangga menurun, dan si anak bisa mengulangi lagi kegiatannya. 





Anak-anak tertarik dengan bagian museum yang bernama The Funky Forest yang berisi benda-benda yang bertema teknologi, seperti permainan kinetis dan membangun sesuatu dengan memikirkan hitungan berat dan ukuran. Selain itu, bagian bernama ECOnnect mengajak anak-anak untuk bermain sambil mengenal alam dan lingkungan. Bagian ini sepertinya bagian favorit anak-anak kami, karena ada permainan airnya dimana mereka bisa memompa air sampai ke bagian atas pipa yang kemudian jatuh seakan hujan. Bahkan dari semprotan air yang hujan laksana hujan itu, pelangi bisa terlihat saat sinar matahari masuk ke ruangan. Hal lain yang paling menarik untuk anak-anak kami sepertinya adalah sebuah alat bernama Hurricane Simulator. Anak-anak masuk ke dalam tabung besar, yang kemudian saat tombol "start" dipijit, angin bertiup dalam tabung tersebut dengan kecepatan yang sama dengen sebuah hurricane. Perlahan angin dari tiupan biasa kemudian meningkat kecepatannya sampai paling tinggi (sekitar 70 miles/hour), lalu menurun sampai akhirnya berakhir dengan hembusan. Simulasi hurricane ini berlangsung sekitar 2 menit dan sangat menyenangkan buat anak-anak, meski mereka juga sempat takut.







Bagian museum lainnya yang mereka nikmati adalah The Power of Me yang menitikberatkan pada pengetahuan biologi dan nutrisi. Bagian ini mengajak anak-anak untuk bergerak, seperti simulasi mendayung yang juga berguna untuk mengukur detak jantung, atau seberapa jauh rengkuhan tangan seorang anak bisa mencapai suatu benda sambil dia berusaha mendorongnya dalam keadaan duduk dengan lutut lurus. Ada pula permainan keseimbangan, dan permainan mengenal bagian tubuh. Sedangkan bagian museum lainnya yang tak kalah menarik adalah Bank on It, yang mengajak anak-anak untuk belajar mengenal uang dan bagaimana keuangan serta perekonomian bekerja di Amerika. Beberapa pameran di bagian ini sangat mendidik dan memberikan pelajaran yang berguna. Untuk anak-anak bayi dan balita, terdapat juga tempat menarik buat mereka, yaitu Training Wheels dan Studio D, khusus untuk anak-anak menciptakan kreatifitas dalam hal seni. Meski museum anak ini termasuk museum yang baru didirikan dibanding beberapa museum anak yang pernah kami datangi, tapi anak-anak bisa terhibur di sini dan mendapatkan kenangan yang menarik.








Tuesday, September 3, 2013

Sekilas Tentang Wilmington: Jasper Crane Rose Garden dan Bringhurst Fountain

Negara bagian Delaware adalah negara bagian pertama Amerika Serikat. Ini karena pada tanggal 7 Desember 1787, perwakilan Delaware menandatangani United States Constitution (UUD) dan kemudian menjadikannya negara bagian pertama dari negara baru bernama United States of America. Dalam sejarah terbentuknya Amerika Serikat, Delaware dengan ibukotanya Wilmington, merupakan bagian yang penting. Saat perayaan hari kemerdekaan Amerika tanggal 4 Juli yang baru lewat, saya dan keluarga memutuskan untuk berlibur dan mengunjungi kota Wilmington ini. Kota kecil di negara bagian yang termasuk mungil luasnya ini berjarak kurang dari 30 menit dari kota Philadelphia, ibukota negara bagian Pennsylvania. Kalau Wilmington dibandingkan dengan Philadelphia, berbeda sekali dari segi keramaian dan daya tariknya. Kota Philadelphia sendiri adalah kota tempat Declaration of Independence atau pencetusan kemerdekaan lahir pada tangal 4 Juli 1776. Saat perayaan Fourth of July, kota Wilmington seakan kota mati dan sepi sekali, berbeda dengan Philadelphia yang ramai dengan berbagai perayaan menyambut hari kemerdekaan Amerika. Bahkan restoran pun tutup saat Fourth of July di Wilmington.

Salah satu tempat yang kami kunjungi saat ke kota Wilmington adalah sebuah taman yang diurus negara bagian atau "state park" bernama Brandywine Park. Brandywine Park merupakan taman kota terbesar di Delaware dan mencakup luas 178 acres atau 72.034 hektar. Letak taman ini sepanjang 1 mile atau 1,6 km di pinggiran Brandywine Creek. Wilmington Board of Park Commissioners membentuk taman kota ini pada tahun 1885 dan Brandywine Park terdiri dari 3 bagian yang berada berdekatan dengan daya tarik yang unik masing-masing:

- Brandywine Zoo, sebuah kebun binatang yang binatang penghuninya cukup menarik dan merupakan kebun binatang satu-satunya di Delaware. Kebun binatang ini adalah kebun binatang terkecil yang pernah kami kunjungi.

- Jasper Crane Rose Garden dan Bringhurst Fountain; dan
- Josephine Fountain yang dikelilingi pohon-pohon cherry blossoms. Sayangnya kami datang saat musim panas berlangsung dan bunga-bunga cherry sudah berhenti berbunga. 


Air mancur bernama Bringhurst Fountain yang dibangun pada tahun 1872 sudah berfungsi selama bertahun-tahun memberikan warga Wilmington air minum dan juga untuk kuda (penarik kereta). Pada tahun 2000, Jasper Crane Rose Garden diatur pengairannya dan kemudian ditanami dengan berbagai macam mawar sebanyak 450 bunga dari 52 jenis. Bringhurst Fountain yang merupakan simbol penghormatan pada Ferris Bringhurst, orang pertama yang memulai Wilmington Fountain Society, dipindahkan dari tempat awalnya di Jasper Crane Rose Garden ke dekat pinggiran sungai dan menjadi monumen (airnya tidak lagi keluar). Sewaktu saya berkeliling mengagumi taman mawar yang intim itu, bunga-bunga mawar belum banyak yang mekar. Beberapa mawar berwarna kuning dan merah muda terlihat di beberapa pohon. Burung-burung Robin terlihat banyak di situ, asyik mencari makan dan bercengkrama. Jasper Crane Rose Garden terlindungi oleh beberapa pohon besar yang teduh dan letaknya yang dekat dengan Brandywine Zoo, bisa menghibur siapapun yang ingin bersantai, terutama ibu yang kelelahan menemani anak-anaknya di kebun binatang.

Photo: Bringhurst Fountain  terlihat di kejauhan, berubah fungsinya menjadi sebuah monumen, bukan lagi sebuah air mancur.