Welcome to My Sanctuary

If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer...
If you're a pretender, come sit by my fire.
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!


(INVITATION - Shel Silverstein)

Tuesday, February 5, 2013

Photo Saya Untuk Buku Australia

Bulan Oktober tahun lalu, saya menerima email dari seorang editor penerbitan dari Australia, yang menerangkan kalau dia tertarik untuk menggunakan photo hasil bidikan saya. Saya terkejut tentunya. Editor ini juga memberitahu dia menemukan photo saya lewat Flickr. Photo itu adalahbidikan saya saat putra bungsu saya mengikuti lomba makan krupuk, dan akan dijadikan salah satu peraga gambar untuk buku pelajaran Bahasa Indonesia yang akan disebarluaskan di Australia. Coba bayangkan, betapa senangnya saya mendapatkan kesempatan bagus ini. Sang editor juga memberitahu kalau dia dan timnya butuh waktu sampai bulan Februari untuk menentukan apakah photo saya akan dipakai atau tidak. Kalau photo saya dipakai, saya akan mendapatkan pembayaran atas ijin publikasinya. Terus-terang saya mulai berharp cemas sesudah itu menunggu Februari datang yang rasanya lama sekali.

Tadi pagi saat saya bangun tidur dan mematikan alarm di telpon genggam, saya membuka email dan salah satunya dari editor yang sama, beserta file bagaimana photo saya nanti akan dipasang di halaman buku. Saya sendiri hampir lupa kalau sudah bulan Februari dan keputusan dari tim penerbitan buku pelajarannya sudah keluar. Keputusannya adalah, photo saya akan dipakai untuk sebuah tema dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia bagi sekolah di Australia. Bukan main senangnya saya! Saya sempat mencari profil dari penerbit buku bersangkutan yang adalah penerbit terkemuka dan besar untuk buku-buku pelajaran di Australia. Ada hal yang menggelitik saya mengenai photo saya itu, yakni photo perayaan Tujuhbelasan itu melibatkan anak-anak Indonesia di Amerika (negara bagian Connecticut tepatnya), yang nantinya akan dijadikan peraga pelajaran di Australia. Sepertinya photo saya benar-benar mendunia.


Lomba Makan Krupuk

Thursday, January 17, 2013

Picture Perfect Winter 2013: HIGHS & LOWS

I was standing on some stairs looking down the park below and saw another set of stairs descending to the park ground. The autumn leaves were glowing from the sun rays, beaming with beauty. All was calm and pretty at Edgewood Park in New Haven, Connecticut, as I feasted my eyes with more breathtaking autumn views.

Now leaf and vine turn golden brown,
And purple asters shine
Along the roads where Autumn runs,
Drunken with mystic wine.
The  world is one vast tapestry
Of intricate design. 

          (Charles Hanson Towne)



My post this week for Picture Perfect Winter 2013: HIGHS & LOWS.



Thursday, January 3, 2013

Jadi Sebetulnya, Siapa Cinta Pertamamu?

Gara-gara keseringan membuka email lewat telepon genggam, begitu harus membukanya di laptop, saya lupa password-nya, ditambah lagi karena laptop saya dianggap "tidak dikenal", jadi kesusahan saat mau log in. Lalu terbuka pilihan untuk melakukan pengakuan bahwa account email tersebut milik saya dan saya sendiri yang membukanya. Dimintalah verifikasi dengan pertanyaan pribadi: WHO IS YOUR FIRST LOVE? Dengan keyakinan diri 100% saya ketik sebuah nama. Tahu-tahu tanggapan dari sana, "wrong answer". Saya terkejut, diam sesaat kemudian memasukkan nama kedua. Mungkin orang kedua ini yang saya masukkan jadi jawaban "first love" saya. Nyatanya, "wrong answer" lagi. Jadilah saya garuk-garuk kepala,"Hhmm... mungkinkah si X?" Untuk ketiga kalinya saya ketik lagi sebuah nama dan lagi-lagi jawabannya, "wrong answer". Sewaktu akhirnya saya pasrah memasukkan jawaban keempat, nama panggilan seorang tokoh yang jadi kesayangan saya, ternyata masih salah juga jawabannya. Jadi siapa sebetulnya cinta pertama saya itu?

Membahas mengenai cinta pertama, masing-masing orang punya pengartian yang beragam. Suatu ketika saat saya mengobrol dengan seorang kawan lama, muncullah cerita tentang cinta pertama kami di sekolah. Baik kawan saya dan saya memiliki pandangan yang berbeda mengenai apa dan siapa cinta pertama itu. Menurut dia, cinta pertama adalah orang yang pertama kali jadi pacar kita. Menurut saya, cinta pertama adalah orang yang pertama kalinya saya cintai. Kenyataannya, pengartian cinta pertama beberapa kawan lainnya yang saya sempat tanyakan, berbeda-beda. Rata-rata jawabannya adalah orang pertama yang jadi pacar. Kalau kategorinya itu, saya akan langsung mencibirkan bibir karena membayangkan pacar pertama yang rasanya tidak cocok sama sekali saya berikan julukan "si cinta pertama".

Sementara itu, kalau cinta pertama mengacu pada orang pertama yang kita cintai pertama kali, maka ukurannya bisa lebih beragam lagi. Saya jadi ingat waktu SMP dulu suka diolok-olok dihubungkan dengan seorang cowok yang pernah dua tahun sekelas. Anehnya, saat sesudah puluhan tahun berlalu pun, yang diingat beberapa kawan SMP saya adalah cowok itu, begitu mereka bertegur-sapa dengan saya lewat online. Pertanyaan seragam yang saya dapati,"Masih ingat si Anu, tidak?" Ada yang sempat mengungkapkan sebuah pertanyaan lain,"Si Anu cinta pertama lo, kan?" Tentu tidak, jawabnya. Cinta monyet bukanlah cinta pertama. Itu versi saya.

Jadi siapa sebetulnya cinta pertama saya, yang namanya saya jadikan jawaban untuk menembus verifikasi account email? Maka tiga nama bisa jadi kandidat. Nama pertama, kategori cinta pertama karena dia yang pertama kali "sreg" di hati. Nama yang pertama kali saya tulis di buku diary dengan sebuah gambar hati di dekatnya. Kalau nama yang tadi masih salah, maka nama kedua bisa jadi kandidat berikutnya. Sebuah nama yang artinya raja, yang pemiliknya jadi sumber semangat saya bertahun-tahun. Tapi nama pertama dan kedua tidak pernah jadi seseorang yang istimewa lebih dari teman. Sedangkan nama ketiga, bisa jadi kandidat utama. Nama yang dekat hubungannya kalau mencari arti dari kangen. Seseorang yang paling bisa saya nyatakan pernah mengisi hati. Kalau ketiga nama itu ternyata bukan jawabannya, maka jadilah sebuah misteri yang bakal membuat saya penasaran sepanjang hari.


(Meski begitu, tiga nama yang boleh jadi "cinta pertama" itu tetaplah tak ada artinya dibanding cinta terakhir saya.)

Wednesday, January 2, 2013

Berkunjung ke MIT Museum (2)

Di lantai dua gedung MIT Museum, berseberangan dengan ruang pameran robot-robot yang mewakili bidang Artificial Intelligence, terdapat beberapa benda unik yang dipamerkan. Benda-benda tersebut berupa mesin-mesin kinetik yang digabungkan dengan sentuhan seni yang eksentrik karya Arthur Ganson. Karya-karya Arthur Ganson ini dimasukkan kategori seni patung, meski rupa dari karyanya lebih mirip dengan mesin-mesin yang bekerja layaknya di sebuah pabrik. Penggabungan teknik kinetik dan seni yang dipamerkan di MIT Museum ini benar-benar membuat decak kagum. Sebab benda sederhana seperti sehelai daun artichoke bisa menjadi obyek yang seakan berjalan karena mesin kinetik. Selain itu ada pula tulang ayam (wishbone) yang seakan menarik sebuah mesin, meski sebetulnya sebaliknya, mesin kinetiknya yang menggerakkan tulangnya.

Ada pula karya yang lucu yang berupa gerobak kecil yang untuk bekerjanya seseorang harus mendorongnya berkeliling. Di atas gerobak tersebut, tiga buah cacing logam yang bergerak perlahan seperti layaknya seekor cacing, setiap gerobaknya berjalan. Karya Arthur Ganson lainnya ada yang bisa membuat tersenyum, seperti sebuah photo seorang pria yang memakai scarf dan scarfnya bisa bergerak seakan ditiup angin yang dihasilkan oleh mesin kinetiknya. Ada pula karyanya yang cukup seram, yaitu berupa boneka bayi yang bisa bergerak karena dorongan beberapa tiang penyangganya yang bergerak. Silahkan melihat sendiri kehebatan mesin-mesin kinetik Arthur Ganson dan beberapa karyanya yang unik dan menarik. Saya salut sekali dengan karya-karya Arthur Ganson yang terlihat kejeniusannya di tiap detail.

(KLIK link di atas "Arthur Ganson", untuk menyaksikan video bagaimana mesin-mesin unik ini bekerja)

 THINKING CHAIR



MACHINE WITH BALL CHAIN
 


MACHINE WITH WISHBONE



MY LITTLE VIOLIN



MACHINE WITH BALL



MACHINE WITH ABANDONED DOLL



MACHINE WITH 23 SCRAPS OF PAPER


Tuesday, January 1, 2013

Berkunjung ke MIT Museum

Sabtu pagi terakhir di tahun 2012, kami sampai di kota Cambridge, tepatnya di jalan bernama Massachusetts Avenue. Tujuan kami di hari yang mendung itu adalah MIT Museum. MIT atau Massachusetts Institute of Technology, adalah satu dari sekian banyak perguruan tinggi yang ada di kota Boston dan sekitarnya. MIT didirikan oleh William Barton Rogers pada tahun 1861 dan merupakan satu dari perguruan tinggi terbaik di Amerika Serikat, terutama yang menyangkut bidang-bidang ilmu pengetahuan alam dan matematika. Jadi sudah terbayang apa saja koleksi MIT Museum, yang saat kami datangi baru saja buka itu. Museum ini cocok sekali untuk anak-anak terutama seusia anak-anak kami, antara 9-13 tahun.

Di lantai dasar MIT Museum terdapat beberapa obyek seperti hologram besar bergambar penyanyi reggae Bob Marley. Ada juga beberapa komputer yang berisi penjelasan mengenai obyek yang sedang dipamerkan, atau seperti yang dimainkan putri kami, sebuah game yang mengacu pada tes psikologi para pemainnya. Game ini bernama Gambit, berupa permainan seperti puzzle yang pemainnya berusaha mencocokkan benda-benda tertentu pada pasangannya. Kalau pemainnya gagal mencocokkan dengan cepat, maka akan muncul kata-kata ejekan yang cukup menyakitkan, menghina si pemain. Lantai pertama MIT Museum tidak memiliki ruang terpisah antara tempat pembelian karcis yang sekaligus pusat info, tempat beberapa obyek dipamerkan dan toko souvenirnya.






Di lantai dua MIT Museum, begitu menaiki tangga, obyek yang dipamerkan adalah beberapa macam jenis kamera Polaroid dari berbagai tahun produksi dan juga prototype-nya. Edwin Land menemukan kamera instant Polaroid di Massachusetts pada tahun 1947. Beberapa hasil jepretan selagi masa percobaan kamera Polaroid baru saja ditemukan ada pula, termasuk photo-photo Edwin Land. Di dinding yang berlawanan dengan rak kaca berisi berbagai kamera Polaroid, terdapat photo Lady Gaga yang diambil dengan sebuah kamera Polaroid kuno yang turut dipamerkan.




Selain pameran tentang kamera Polaroid, di lantai dua MIT Museum memajang berbagai hasil penelitian dalam bidang Artificial Intelligence berupa robot yang beragam kebisaannya. Ada robot yang diberi nama Kismet, yang bisa mengenali hubungan sosial dengan manusia dan menanggapinya lewat mimik wajah yang beragam sesuai emosinya. Ada pula robot yang menyerupai tuna, yang dibuat untuk meneliti teknik renang ikan tuna. Tiap obyek yang dipamerkan di MIT Museum bisa membuka wawasan tiap pengunjung tua dan muda mengenai perkembangan teknologi dan keterlibatan MIT dengan berbagai segi kehidupan di masyarakat.








Thursday, December 27, 2012

Myth & Magic, The Art of John Howe

If only we could give standing ovation for a book, this book is certainly one that deserves it. It is so alive with fantasies and imaginations that only an artist like John Howe can create. He is the man behind all the illustrations for J.R.R. Tolkien's books: The Hobbit, The Lord of the Rings, The Silmarilion and The History of Middle-earth. He is the one who responsible for the interpretations from Tolkien's books into reality, such as Gandalf and the world of Middle-earth itself. John Howe's works are so breathtaking that Peter Jackson, the director of The Lord of the Rings movies and The Hobbit, depended on his views to create the characters from the books. 

This book, Myth & Magic, The Arts of John Howe, is filled with the earliest works and latest works of John Howe, beginning when he was a student through his works for Peter Jackson's movies. His illustrations are so intricate and breathtaking that when I saw the picture of The Siege of Gondor, I could feel how terrible the war was. Peter Jackson gave some forewords for the book, speaking highly regard towards John Howe and his spectacular works. Inside the book, we can also find some notes from Sir Ian Mckellen talking about his experience when he was chosen to play Gandalf the Grey. He wrote,

"I didn't know quite what to expect but they were all clear enough - they consulted Tolkien's descriptions and they propped John Howe's illustration of Gandalf the Grey by the mirror. The author and his acclaimed illustrator were their guides and only when I looked like the John Howe's Gandalf, were they satisfied that I could start to play Tolkien's."

For those who call them selves fans of Tolkien's books, this book is the perfect accompaniment to broaden your imaginations of Tolkien's world full of Hobbits, Elves, dwarves, orcs and dragons.









Mengagumi Jembatan Tertutup di New England

Satu dari sekian banyak daya tarik daerah New England adalah jembatan tertutupnya yang sebagian dibangun di era 1800-an. Daerah New England terdiri dari beberapa negara bagian di kawasan timur Amerika Serikat, yaitu: Vermont, New Hampshire, Maine, Connecticut, Massachusetts dan Rhode Island. Jembatan-jembatan ini dibangun tertutup untuk melindungi bahan bangunan yang dipakai untuk mendirikan jembatannya, dan supaya lebih awet. Keunikkan masing-masing jembatan beserta pemandangan di sekelilingnya inilah yang menjadi daya tarik tersendiri saat berjalan-jalan ke pelosok New England. Sebelum mendatangi tempat-tempat dimana jembatan tertutup ini berada, ada baiknya mencari keterangan dulu dimana letaknya. Karena kebanyakkan dari jembatan tertutup ini berapa di desa atau kota kecil. Ada 4 jembatan tertutup yang sudah saya temui yang niat awalnya bukan untuk khusus melihat jembatan tersebut. Tapi sewaktu seorang kawan mengajak saya melihat jembatan tertutup terpanjang di Amerika Serikat di dekat tempat tinggalnya, saya menjadi tertarik dengan jembatan tertutup di New England. 

Jembatan tertutup pertama yang membuat saya tertarik dengan jembatan tertutup di New England adalah jembatan kayu tertutup terpanjang di Amerika Serikat dan juga jembatan terpanjang di dunia yang menyatukan dua bagian bentangannya. Jembatan ini terletak di perbatasan dua negara bagian New Hampshire dan Vermont yang membentang di atas sungai Connecticut. Jembatan bernama CORNISH-WINDSOR BRIDGE ini menghubungkan kota Cornish di New Hampshire dan Windsor di Vermont, dan didirikan pada tahun 1866. Panjang jembatan ini 449 kaki 5 inches atau 136.85 meter, menggabungkan dua bentangan sepanjang 204 kaki dan 203 kaki, dengan lebar 12 kaki 9 inches atau 7.3 meter. Style dari jembatan tertutup ini adalah "town lattice truss".






Jembatan tertutup selanjutnya yang saya datangi saat berada di negara bagian Vermont adalah sebuah jembatan di kota Woodstock bernama TAFTSVILLE BRIDGE. Jembatan ini membentang di atas sungai Ottauquechee, dengan total panjang 190 kaki atau 57.912 meter. Dua kota yang dihubungkan oleh jembatan Taftsville adalah Quechee dan Woodstock. Jembatan ini dibangun tahun 1836 dengan style "multiple king post, queen post" terdiri dari lengkungan dan tombak besi, dan merupakan jembatan tertutup tertua ketiga di Vermont.







Perjalanan saya di Vermont kemudian membawa saya ke kota cantik bernama Woodstock yang di dekat alun-alun kotanya terdapat sebuah jembatan tertutup. Tapi jembatan ini dibangun di abad modern yaitu di tahun 1969 oleh Milton Graton & Sons. Jembatan bernama MIDDLE BRIDGE ini membentang di atas sungai Ottauquechee, menghubungkan Mountain Avenue dan alun-alun kota. Panjang jembatan adalah 125 kaki atau 38.1 meter.






Jembatan tertutup selanjutnya yang saya datangi terletak di museum hidup bernama Old Sturbridge Village (OSV) di negara bagian Massachusetts. Jembatan ini tadinya berada di kota Dummerston di Vermont, yang kemudian dicopot bagian demi bagiannya, dipindahkan dan dipasang lagi di Old Sturbridge Village.Jembatan ini dulunya bernama Taft Bridge yang didirikan tahun 1874 dan dipindah ke OSV tahun 1952. Jembatan yang memiliki style "single-web", "single-chord", "wooden lattice truss" ini dipatenkan oleh arsitek dari Connecticut, Ithiel Town pada tahun 1820. Sungai Quinebaug mengalir di bawah jembatan ini, yang membentang sepanjang 55 kaki atau 16.764 meter.





Friday, December 21, 2012

(Cerita Anak SMA): Kisah Kasih di Sekolah

Judulnya seakan sebuah film yang dibintangi Rano Karno dan Yessie Gusman atau Paramitha Rusadi di masa tahun 70-an dan 80-an. Tapi kisah kasih di sekolah, apalagi di SMA, bukanlah suatu hal yang cuma ada di sebuah film. Dari sebuah perkenalan dengan sesama murid baru bisa tumbuh rasa suka. Dari sebuah hubungan mentor antara kakak dan adik kelas, bisa muncul sebuah cerita. Masa-masa SMA bisa jadi sarat dengan menyukai seseorang, jatuh cinta, bertepuk sebelah tangan, dan patah hati, beriringan dengan ulangan, segudang PR dan kegiatan extrakurikuler. Hampir semua orang yang pernah bersekolah SMA pasti mempunyai kenangan yang berurusan dengan hati. Ada cerita yang manis, ada yang penuh gejolak jiwa. Ada cerita yang bersambung hingga ke pelaminan, ada yang putus di tengah jalan. Di balik seragam putih dan abu-abu, ada sebentuk cinta buat seseorang. Itulah indahnya masa SMA.

Kalau saya ditanya apa yang saya ingat tentang kisah kasih di sekolah, yang pertama saya lakukan adalah tersenyum. Banyak sekali kisah kasih di sekolah yang saya saksikan dari dekat atau jauh, dan yang saya alami sendiri. Wujudnya beragam dan beberapa ada yang membuat geleng-geleng kepala. Karena di tiap sekolah, di tiap angkatan, pasti ada pasangan yang paling mencolok diantara lainnya. Pasangan ini yang biasanya terlihat di beberapa penjuru sekolah asyik berduaan, seakan teman-teman lainnya cuma obyek penyerta (atau mungkin penderita). Ada yang duduk berdua sekedar saling bertukar senyum. Ada yang saling merapat mengerjakan tugas. Ada yang terlihat berdua saja berbincang dalam kelas, sementara murid-murid lain istirahat di luar. Kadang ada saatnya dimana kisah kasih di sekolah menjadi sebuah perbincangan banyak orang. Seperti saat diketahui seorang gadis remaja hamil, keprihatinan melanda kumpulan teman-temannya dan tentu juga pihak guru-guru. Tapi saya termasuk kagum saat sebuah kejadian seperti yang saya sebutkan terjadi, tidak ada yang namanya fitnah atau gunjingan yang tersebar-luas di sekolah. Masing-masing pihak yang tahu, sepertinya tahu diri.

Mau dibilang apapun, masa-masa SMA itu adalah masa penjajakan. Kalau yang ternyata di masa-masa itu ada dua sejoli yang ternyata berpaut dan berjodoh, alangkah indahnya. Seperti beberapa kawan saya tentunya, yang saya yakin menyimpan banyak kenangan saat mereka sedang pendekatan. Sayangnya, karena masih anak sekolah, isi kantong pun layaknya anak sekolah. Pergi ke bioskop nonton bareng menjadi barang mewah. Jajan di kantin harus bayar sendiri-sendiri. Itu kalau pasangan yang pas-pasan uang jajannya. Bagi pasangan yang salah satunya bermodal kuat, maka apapun namanya bisa terjadi. Saat Valentine makan bersama ditemani nyala lilin, bisa. Pergi nonton setiap akhir pekan, bisa juga. Hadiah indah saat ultah. Hadiah berkesan saat merayakan hari "jadian". Kalau yang begini tentu saja jadi sisi indah kisah kasih di sekolah. Meski untuk beberapa orang bisa jadi cuma merasa suka sepihak, sementara orang yang dituju tidak punya perasaan apa-apa. Bisa jadi seseorang malu untuk mengungkapkan dan cuma diam, tapi menjadi pengagum dari jauh akan apapun yang si pencuri hati kerjakan.

Kalau saya ditanya apa yang saya ingat dari kisah kasih di sekolah, saya akan jawab,"Been there, done that". Maka kenangan saya akan melayang-layang mencari sosok seseorang yang menyambut saya pertama kali menjadi murid SMA. Saya simpan sebentuk senyumnya dalam hati. Tapi apa daya, hati tak bisa bertaut, rasa cuma saya yang punya. Biar begitu, cerita tentang seseorang yang istimewa itu jadi tema diary saya tiap hari. Seakan-akan gaya jalannya adalah sesuatu yang sungguh istimewa, atau pertemuan dengannya yang tiba-tiba di sebuah bis kota adalah penjelmaan sebuah mimpi yang indah. Cerita lainnya pun saya bisa haturkan, dalam bentuk cinta yang tulus dan patah hati yang menyakitkan. Teringat saya meneteskan air mata di rangkulan seorang teman, sesudah mencurahkan segala emosi. Bukankah ini bagian dari kisah kasih di SMA itu? Teman yang bersedia meminjamkan bahunya untuk kita tangisi dan sepasang telinga yang tak bosan kita cekoki cerita tentang si A atau B. Kisah kasih di sekolah pun ternyata bisa menimbulkan perseteruan diantara pihak-pihak yang bersangkutan. Apalagi kalau bukan karena cemburu. Bagaimana pun wujud dari sebuah kisah kasih di sekolah, mengingatnya saja bisa membuat diri ini tersenyum sendiri.


(Keterangan photo: kelas 3 saya di SMA)

Monday, December 10, 2012

Ikan Swai Teriyaki Panggang dan Paprika

Ikan Swai adalah jenis ikan yang sepertinya baru saja dikenal dan dipasarkan di Amerika Serikat. Ikan ini asalnya dari Vietnam dan merupakan jenis ikan lele atau catfish dalam bahasa Inggrisnya. Wujud dari ikan Swai kurang menarik dan cenderung menyeramkan (lihat DI SINI). Di pasar Amerika, ikan Swai dijual dalam bentuk fillet. Kebetulan minggu lalu saat saya berbelanja ke supermarket ada penawaran beli 1 gratis 1 sekantong Swai fillet. Satu kantongnya berisi 3 potong fillet sebesar 1,5 telapak tangan orang dewasa. Kemudian untuk memasaknya saya buat sendiri kreasi resep menggunakan saus Teriyaki racikan saya sendiri. Resep itu berupa IKAN SWAI TERIYAKI PANGGANG DAN PAPRIKA. Saya memilih paprika karena saya tahu aromanya akan menggiurkan kalau dipanggang dan cocok sekali dengan ikannya. Resep saya ini, yang merupakan uji coba pertama, hasilnya sangat memuaskan. Keluarga saya suka sekali dengan ikan Swai Teriyaki panggangnya. Daging ikannya sesudah dipanggang, lembut dan sedikit berlemak, belum lagi aroma dari paprika yang bercampur dengan saus Teriyakinya, sungguh menggiurkan. Silahkan mencoba resep saya di bawah ini:

BAHAN-BAHAN:


  • Fillet ikan Swai (2 kantong = 6 buah)
  • 4 Buah paprika, potong dadu
  • 4 Buah bawang putih, potong kecil dan halus
  • Pinggan tahan panas (Pyrex)
Untuk saus Teriyakinya: 
  • Saus Hoisin 1/3 cup
  • Kecap manis 1/6 cup
  • Kecap Worchestershire 6 sendok makan

CARA MEMBUATNYA:

  1.  Panaskan oven dengan suhu 375 derajat Fahrenheit atau 190 derajat Celcius.
  2. Siapkan saus Teriyakinya dengan mencampur saus Hoisin, kecap manis dan kecap Worchestershire-nya. 
  3. Tambahkan potongan bawang putih ke dalam saus teriyakinya, lalu aduk.
  4. Kemudian tambahkan potongan paprikanya dan aduk rata.
  5. Siapkan fillet ikan Swai di pinggan tahan panas dan siram dengan saus Teriyaki yang tercampur dengan paprika dan bawang putih, lalu ratakan.
  6. Masukkan pinggan tahan panas berisi ikannya ke dalam oven dan panggang selama 45 menit atau sampai paprikanya terlihat kecoklatan.
(CATATAN: kalau tidak ada ikan Swai, ganti dengan fillet ikan yang dagingnya putih seperti ikan Cod atau Haddock, bisa juga memakai ikan Salmon.)




Saturday, December 8, 2012

Picture Perfect: WEATHER

We've had a lot of foggy days lately, and in between were wet from the rain. Winter in our part is still without some snow. But when morning comes, all we wish is the blue sky and sunshine, not the white-foggy morning or the icy-cold rain poured down like crazy. Blue sky and sunshine, is good enough, to cast away the winter blues.

"Nobody can be in good health if he does not have fresh air, sunshine, and good water."


                                                                      - Flying Hawk -

My contribution for PICTURE PERFECT: WEATHER