Seumur-umur baru sekali dan moga-moga hanya sekali itu
saja, saya kena tuduhan memakai uang orang lain. Sebelnya
bukan main! Apalagi tuduhan itu berupa dampratan dari seorang ibu yang
saya tidak kenal sama sekali. Kenangan ini tahu-tahu muncul begitu saya
lihat di inbox FB saya ada ajakan berteman dari teman lama saat SMP dan
SMA. Begitu melihat namanya, saya langsung terkenang peristiwa saat saya
kelas 2 SMA itu.Ceritanya, saya adalah bendahara kelas. Seperti
biasanya, begitu tanggal 10 tiap bulannya, saya mengumpukan semua iuran
sekolah dari teman-teman dan menyetornya ke pihak TU (tata Usaha). Tapi
kali ini ada teman yang sudah sampai tiga bulan belum membayar iurannya
juga. Karena itu orang tuannya dipanggil menghadap wali kelas. Nah, si
ibu datang ke sekolah rupanya sambil membawa pedang yang sudah diasah
tajam mencari pihak yang mau disalahkan. Tujuannya langsung ke kelas dan
menemui bendahara, yaitu saya.
Ibu berkacamata dan bergelung
cepol ini begitu menemukan saya (sesudah bertanya ke teman sekelas),
langsung tanpa basa-basi menuduh saya menggelapkan uang sekolah yang
beliau selalu berikan ke anaknya. Si ibu ngomel panjang-lebar sampai
muncrat ke saya. Saya tentu saja mengelak dan tidak mau seenaknya saja
dituding mengambil uang iuran sekolah. Tapi sepertinya alasan apapun
yang saya berikan, atau bantuan suara dari ketua kelas kepada si ibu
tidak digubris. Saya tetap dituduh mengambil uang sekolah anaknya yang
tiga kali Rp 10 ribu itu. Yang paling menyebalkan, selama si ibu
ngomel-ngomel itu, anaknya, yang teman sekelas saya dan juga teman naik
bis karena tempat kami tinggal sama daerahnya, diam-diam saja di dekat
beliau.
Pada akhirnya ketua kelas memanggil bapak wali kelas yang
langsung membela saya habis-habisan. Menurut si ibu, saya memilih
korban. Aduh, beneran saja! Apa masuk akal saya cuma memilih uang dari
seorang saja untuk saya ambil? Kami sempat ke pihak TU membahas masalah
tunggakan iuran sekolah tersebut dan ibu TU juga membela saya yang
termasuk bendahara kelas yang paling rapi dan jelas pembukuannya. Bapak
wali kelas tentu saja kemudian mencecar teman saya yang kok diam seribu
bahasa saja meski melihat ibunya sudah sewot nggak karuan. Ketahuan
akhirnya, teman saya itu sudah menjajankan uang sekolahnya yang tiga
bulan. Si ibu cuma melongo. Begitu mendengar pengakuan anaknya, beliau
menangis layaknya pemain sandiwara dan meminta maaf ke saya. Buat saya
pribadi, tuduhan kalau tidak benar, saya akan bantah habis-habisan. Tapi
yang membuat saya sakit hati adalah teman saya yang tega dan diam saja
saat melihat ibunya marah-marah dan menuduh saya. Meski dia minta maaf
juga, saya tidak pernah lagi menggubris dia, bahkan sampai detik saya
melihat ajakannya berteman di FB saya. Buat apa berteman dengan pengecut?
D. Yustisia
(Photo saat kelas 3 SMA - 3SOS3)
waduh....kali ini pengalamanya kok gak enak DIan..?
ReplyDeleteYah, mana kutahu, Na. Ternyata kerja jadi bendahara kelas ada resikonya. Aku heran temanku itu bisa tega bilang sudah bayar ke aku selama 3 bulan ke ibunya. Dengan begitu kan berarti dia kasih gambaran akunya yg curang.
Deleteyaaah, itulah salah satu sifat manusia yg jelek...."cari aman buat dirinya sendiri". waah, gak kebayang pas di rmh tuh anak diapain sm ibunya ya...?
DeleteMasa bodoh deh aku, Na. Sejak kejadian itu aku nggak pernah menegur-sapa teman itu lagi. Makanya pas di ngajak berhubungan lagi via FB, aku tolak. Aku nggak bisa percaya dia lagi soalnya. Seseorang yang bisa mengorbankan nama temannya untuk kepentingan dirinya sendiri, nggak berhak disebut sebagai "teman".
Delete