Welcome to My Sanctuary

If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer...
If you're a pretender, come sit by my fire.
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!


(INVITATION - Shel Silverstein)
Showing posts with label kids. Show all posts
Showing posts with label kids. Show all posts

Wednesday, September 4, 2013

Sekilas Tentang Wilmington: Delaware Children's Museum

Setelah kami sekeluarga menempuh perjalanan dari tempat kami tinggal menuju negara bagian Delaware, tepatnya kota Wilmington, sejauh 200 miles lebih atau 327 km, selama lebih dari 3 jam, anak-anak mulai resah. Begitu kami memasuki kota Wilmington yang terlihat sepi meskipun hari itu hari kemerdekaan Amerika, kami segera mencari tempat menarik untuk dikunjungi. Satu tempat yang saya temukan lewat pencarian di Google adalah Delaware Children's Museum yang ternyata mudah kami temukan. Museum berlantai satu ini terletak di pinggiran sungai Christina di kota Wilmington. Delaware Children's Museum adalah satu-satunya museum anak di negara bagian Delaware yang diresmikan pada 24 April 2010. Wujud bangunan museum ini menyerupai loft atau ruangan luas tanpa pembatas. Bagian luar museum dicat dengan warna kuning untuk menarik perhatian. Lapangan parkir di seberang gedung museum sangat luas dan terbuka. Sebuah menara menghiasi bangunan museum yang menyerupai mainan balok-balok kayu yang bertumpuk.





Hal pertama yang kami lihat saat memasuki Delaware Children's Museum adalah sebuah bangunan unik menyerupai stratosphere yang terbuat dari metal dan seperti kerangka dan di dalamnya terdapat bentuk-bentuk dari kayu yang bergelombang. Bangunan ini dibentuk seperti planet Saturnus yang mencerminkan sisi seni kontemporer di museum. Ini karena Delaware Children's Museum termasuk ke dalam bagian dari Delaware Center for Contemporary Art. Anak-anak bisa masuk dari bagian bawah stratosphere dan memanjati bagian kayu bergelombang sampai ke bagian atasnya, lalu mencapai puncaknya yang akan membuka menuju jalan kecil yang mengelilingi bangunan tersebut, lalu menuju tangga menurun, dan si anak bisa mengulangi lagi kegiatannya. 





Anak-anak tertarik dengan bagian museum yang bernama The Funky Forest yang berisi benda-benda yang bertema teknologi, seperti permainan kinetis dan membangun sesuatu dengan memikirkan hitungan berat dan ukuran. Selain itu, bagian bernama ECOnnect mengajak anak-anak untuk bermain sambil mengenal alam dan lingkungan. Bagian ini sepertinya bagian favorit anak-anak kami, karena ada permainan airnya dimana mereka bisa memompa air sampai ke bagian atas pipa yang kemudian jatuh seakan hujan. Bahkan dari semprotan air yang hujan laksana hujan itu, pelangi bisa terlihat saat sinar matahari masuk ke ruangan. Hal lain yang paling menarik untuk anak-anak kami sepertinya adalah sebuah alat bernama Hurricane Simulator. Anak-anak masuk ke dalam tabung besar, yang kemudian saat tombol "start" dipijit, angin bertiup dalam tabung tersebut dengan kecepatan yang sama dengen sebuah hurricane. Perlahan angin dari tiupan biasa kemudian meningkat kecepatannya sampai paling tinggi (sekitar 70 miles/hour), lalu menurun sampai akhirnya berakhir dengan hembusan. Simulasi hurricane ini berlangsung sekitar 2 menit dan sangat menyenangkan buat anak-anak, meski mereka juga sempat takut.







Bagian museum lainnya yang mereka nikmati adalah The Power of Me yang menitikberatkan pada pengetahuan biologi dan nutrisi. Bagian ini mengajak anak-anak untuk bergerak, seperti simulasi mendayung yang juga berguna untuk mengukur detak jantung, atau seberapa jauh rengkuhan tangan seorang anak bisa mencapai suatu benda sambil dia berusaha mendorongnya dalam keadaan duduk dengan lutut lurus. Ada pula permainan keseimbangan, dan permainan mengenal bagian tubuh. Sedangkan bagian museum lainnya yang tak kalah menarik adalah Bank on It, yang mengajak anak-anak untuk belajar mengenal uang dan bagaimana keuangan serta perekonomian bekerja di Amerika. Beberapa pameran di bagian ini sangat mendidik dan memberikan pelajaran yang berguna. Untuk anak-anak bayi dan balita, terdapat juga tempat menarik buat mereka, yaitu Training Wheels dan Studio D, khusus untuk anak-anak menciptakan kreatifitas dalam hal seni. Meski museum anak ini termasuk museum yang baru didirikan dibanding beberapa museum anak yang pernah kami datangi, tapi anak-anak bisa terhibur di sini dan mendapatkan kenangan yang menarik.








Tuesday, June 11, 2013

Festival Seni Audubon Arts on the Edge

Memperkenalkan seni itu bisa bermacam-macam caranya. Salah satu yang dilakukan oleh New Haven Art Council adalah mengadakan acara tahunan yang biasanya jatuh pada bulan Juni, bernama AUDUBON ARTS ON THE EDGE, yang tahun ini berlangsung hari Sabtu lalu. Lokasi dimana acara ini digelar adalah Audubon Street yang termasuk ke dalam daerah seni di New Haven. Di jalan ini berdiri sekolah musik anak-anak, Neighborhood Music School (NMS), juga New Haven Ballet, Educational Center for the Arts (ECA), dua toko musik dan Creative Arts Workshop. Bisa dibilang, di Audubon Street itulah, berbagai kegiatan seni berlangsung untuk rupa-rupa kalangan. Bagi yang tertarik untuk belajar memainkan alat musik dan memperdalam permainan mereka, bisa ke NMS atau ECA. Bagi yang ingin belajar menari, ballet, menyanyi, dan drama, juga bisa ke dua tempat itu. Sedangkan kalau seni visual dengan media seperti kertas, kayu, tanah liat, logam, dll, bisa mendatangi Creative Arts Workshop untuk belajar. Untuk saya pribadi, tempat ini seperti surga bagi seorang seniman. Acara ini benar-benar padat dari pukul 12 siang saat dimulai sampai 5 sore dengan bermacam kegiatan seni, seperti konser biola dari murid-murid NMS, jazz band dari ECA atau sebuah SMA di New Haven, pertunjukkan ballet, panggung boneka dan lain-lain. Hal lainnya yang turut meramaikan adalah kegiatan membuat prakarya untuk anak (juga orang tuanya), yang juga beragam jenisnya.

Audubon Arts on the Edge diadakan seperti sebuah "block party", yaitu dengan cara menutup seluruh jalan di seputar satu block di Audubon Street. Acara ini bersifat kekeluargaan dan berisi hal-hal yang menghibur sekaligus mendidik terutama untuk anak-anak. Karena acara ini merupakan sebuah pesta (block party), ada beberapa sajian makanan ringan yang bisa ditemui, seperti kettle popcorn, Italian ice dll. Putri sulung kami dan si bungsu pernah turut mengisi acara Audubon Arts ini bersama group biolanya beberapa kali. Jalanan dimana acaranya berlangsung dicat warna-warni atau seperti sebelumnya dengan warna biru, untuk dijadikan tempat menggambar dengan kapur. Berbagai seniman dari mulai yang baru belajar mencoret-coret, sampai yang hasil gambarnya mengagumkan, turut unjuk gigi. Selain itu ada beberapa stand yang mewakili beberapa organisasi seperti dua museum yang ada di kota New Haven, New Haven Public School, maritime aquarium, supermarket organic, dan beberapa bisnis yang berada di Audubon Street. Masing-masing stand memamerkan benda-benda menarik yang bisa disentuh dan dicoba. Misalkan kegiatan "petting instrument", atau menjajal memainkan alat musik. Kegiatan ini sangat menarik bagi anak-anak kecil yang penasaran untuk memainkan sebuah biola atau flute, misalnya. Barang-barang lainnya bisa jadi berupa dua pasang paru-paru yang menggambarkan sebuah paru-paru sehat dan yang sakit akibat kebiasaan merokok, atau kerangka manusia dan binatang, bahkan binatang hidup dari laut, seperti bintang laut atau keong yang kesemuanya boleh disentuh. Kegiatan tahunan ini bebas biaya dan selalu ramai dengan pengunjung, yang berlangsung tanpa perduli hujan turun. Karena the show must go on!


Seorang gadis remaja sedang menggambar di jalanan (2013), si tengah dan si bungsu asyik menggambar dengan kapur (2011) dan si bungsu dengan pelanginya (2013)





Dua pasang paru-paru yang boleh dipegang dan diperiksa (pengunjung harus memakai sarung tangan plastik), memperlihatan paru-paru sehat dan yang sakit karena rokok.


 

Kegiatan petting instruments, memberikan kesempatan anak-anak untuk menjajal bermain sebuah alat musik.



Dua seniman sedang memperagakan kepandaiannya, seorang pemahat dan seorang seniman gambar.




Ajang membuat prakarya, menghias hoola hoop (2011) dan bermain hoola hoop bersama (2013)




Bermacam-macam pertunjukkan seni.






Hiburan untuk anak-anak kecil.




Makanan khas yang ada di Audubon Arts, Italian ice dan kettle corn.




Wednesday, May 22, 2013

Pengalaman Menjadi Guru Islamic Sunday School

Sepertinya pengalaman ini bermula dua tahun yang lalu, sewaktu guru agama di kelas si bungsu tidak kunjung datang. Saya mengambil inisiatif untuk meminta anak-anak di kelas untuk membuka buku pelajaran mereka, dan meminta mengerjakan tugas di situ. Tiba-tiba seorang pengurus sekolah agama datang dan bertanya memastikan apakah saya bersedia menjadi guru pengganti. Tanpa pikir panjang, daripada anak-anak ini tidak ada yang mengawasi, saya iyakan saja. Tadinya sekali itu, lalu sewaktu gurunya berhalangan lagi, saya bersedia lagi. Sesudah itu bu gurunya bolak-balik minta saya menggantikan dia sampai beberapa kali. Saya bukan seorang yang pandai dalam hal agama Islam. Pengetahuan saya tidak seluas orang yang memang merasa patut menjadi guru agama. Tapi pedoman saya adalah hal-hal mendasar yang saya pelajari selama sekolah. Kebetulan buku pelajaran yang dipakai anak-anak, serupa dengan buku agama sewaktu di SD dan SMP. Jadi saya anggap saya belajar kembali tentang agama, supaya pikiran tetap terasah. Banyak masukan baru yang saya dapat, terutama soal melafalkan bacaan Quran. Lidah saya lidah Jawa, jadi lafal bacaan Arab dalam Qurannya adalah versi orang Indonesia. Dari anak-anak murid saya yang memang bahasa pertamanya bahasa Arab, saya jadi tahu lafal yang benarnya. Kelas agama ini berlangsung dari pukul 10:30 pagi sampai 1 siang, dan biasanya dibagi dua: kelas mengaji atau pengenalan membaca Juz ama, dan kelas pelajaran agama Islam. Beberapa kali saya menggantikan kelas pertama atau keduanya.




Tantangan yang saya hadapi menjadi guru agama bukan soal ilmunya, melainkan menghadapi anak-anaknya. Sangat disayangkan, karena dalam satu kelas, seperti di kelas si bungsu, bisa ada 20 anak dan itu bercampur. Ini maksudnya, anak yang termasuk dalam kategori butuh pengawasan lebih atau yang butuh perhatian khusus, bercampur dengan anak-anak biasa. Saya menghadapinya saat ada seorang anak yang sama sekali tidak mengerti yang saya perintahkan untuk dikerjakan. Dia tidak bisa menulis atau membaca, melainkan sekedar mencoret-coret. Saya ajak dia bercakap-cakap, dia sepertinya tidak mengerti sama sekali. Orang tuanya tidak pernah mengantarkan atau menjemput dia dari kelas, hanya kakaknya yang datang. Saya mengeluhkan keadaan itu ke pihak administrasi sekolah, dan jawabannya,"Mau bagaimana lagi, sekolah kita bukan sekolah biasa yang bisa memberikan fasilitas khusus untuk anak yang memiliki hal khusus seperti tuna mental dan lainnya. Keadaan tersebut jadi masalah saat saya menjadi guru pengganti saat si bungsu naik kelas. Salah satu temannya sepertinya punya ADHD. Dia bisa sangat emosional hanya karena seorang temannya menegur dia atau saat saya beritahu dia untuk menulis ayat tertentu sebagai latihan, dia mengamuk, membuang buku dan tasnya, merajuk yang membuat teman-temannya ketakutan. Saya yang di situ kapasitasnya sebagai sukarelawan tentu merasa bingung, karena pihak sekolah ataupun orang tua si anak tidak bilang apa-apa tentang keadaannya.




Pada dasarnya, saya ini bukan orang yang punya pengetahuan menjadi guru secara umum. Saya tidak tahu dengan detail kurikulum di sekolah agamanya, dan saya lebih sering menjadi guru pengganti dadakan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Lebih seringnya kesiapan saya sewaktu mengajar cuma dalam beberapa menit dan sesudah itu harus segera saya gunakan. Jadi metode saya adalah CBSA, metode yang dipakai sewaktu masih SD dulu, Cara Belajar Siswa Aktif. Saya akan memberikan quiz berisi beberapa pertanyaan yang jawabannya ada di bab-bab dalam buku bacaan. Selain itu saya akan menuliskan rangkaian ayat yang sedang kami pelajari, tapi kosongkan di bagian tertentu dan anak-anak harus isi  bacaannya. Menurut saya hal seperti ini mendorong anak-anak untuk membaca lebih detail buku agama mereka, daripada sekedar diterangkan oleh guru. Dengan berusaha mencaritahu bagian kosong dari sebuah ayat, anak jadi belajar juga untuk membaca dan menghapalnya. Itu pengalaman saya sendiri waktu SD dulu, dan saya rasa efisien untuk mengajarkan membaca ayat-ayat Quran yang tidak semua anak paham membaca tulisan Arabnya.

Hal lain yang ingin saya bagi adalah minimnya perhatian beberapa orang tua pada kebutuhan anak saat berangkat ke sekolah Minggu. Padahal namanya "Islamic School", berarti kebiasaan yang harus berlaku semestinya sama yaitu membawa peralatan sekolah. Masuk akan kan? Tapi beberapa anak yang diantarkan orang tuanya ke sekolah agama itu hanya membawa buku pelajaran saja. Kalau saya minta mereka untuk menulis sesuatu, bayangkan saja ada sampai 5 anak yang tidak membawa buku tulis ataupun pensil dan pulpen. Tapi mereka selalu ingat membawa makanan ringan untuk disantap saat istirahat. Saya tanya ke mereka, kenapa mereka tidak membawa peralatan sekolah, jawabannya mencengangkan,"Karena sekolah ini bukan sekolah betulan". Kalau sudah begini berarti orang tuanya yang kurang menekankan pentingnya menghormati institusi pendidikan apapun namanya. Itu juga yang saya rasakan sewaktu acara kenaikkan kelas tahun lalu.  Belakangan saya masih diminta untuk jadi guru pengganti, tapi guru yang minta tolong saya orangnya lebih baik dan cermat dibanding guru sebelumnya yang seringnya tidak datang atau mendadak memberitahu di hari Minggunya, dia butuh saya gantikan. Dia akan menelpon jauh hari sebelumnya kalau berhalangan dan memberikan gambaran hal-hal yang sudah dipelajari di kelas. Jadinya saya datang ke kelas dengan pengetahuan yang benar siap, bukan mendadak harus menyiapkan saat itu juga. Saya anggap ini cara saya mendapatkan ilmu tambahan dalam hal agama. Semoga ini berguna buat saya, juga anak-anak yang saya ajar.



Saturday, March 2, 2013

Picture Perfect: Color Splash!

If you paint the colors of rainbow onto a big parachute, then some children gleefully playing with it, what would it create? It would create, FUN. This is what the picture is all about. Children laughed and played, some ran and hid, and one tried to catch. Under the parachute they scattered here and there between giggles and happy scream. Oh, what fun it was to play under the color splash!


 My photo entry for PICTURE PERFECT: COLOR SPLASH!


Parachute Game (2)

Tuesday, November 13, 2012

Field Trip Menonton Opera

Hari pertama masuk sekolah sesudah sekolah ditutup terpaksa karena hurricane Sandy, Bayu dan beberapa temannya dipilih untuk ikut menonton opera yang ditampilkan mahasiswa Yale School of Music jurusan opera. Guru vocal di sekolah anak-anak meminta saya khusus untuk menjadi chaperone atau pendamping kelas. Saya tentu saja senang, juga GR. Sudah beberapa kali saya jadi ortu pendamping, tapi baru kali ini diminta khusus. Pukul 10 pagi saya menunggu kedatangan bis sekolah yang mengantarkan anak-anak beserta guru-gurunya di depan Sprague Hall, tempat opera akan berlangsung. Sprague Hall merupakan salah satu gedung tempat beberapa kegiatan seni yang diadakan Yale University diadakan. Tempat ini juga adalah tempat putri sulung kami beberapa kali unjuk kebisaan bermain biola.

Begitu kami masuk ke dalam ruangan utama Sprague Hall bernama Morse Hall, tidak lama lampu menjadi temaram dan seorang pemain opera memakai celana training dan atasan kaos bola, memulai pertunjukkan. Pemain ini, salah satu mahasiswa jurusan opera Yale School of Music, menyanyikan salah satu lagu dari opera The Barber of Seville. Suaranya lantang terdengar di segala penjuru, menyanyikan bait demi bait dalam bahasa Italy. Sambil berolah-raga, sang pelakon menyanyi, menggambarkan improvisasi opera bertema klasik dengan kegiatan sehari-hari seperti sit-up atau peregangan badan sambil mendendangkan Figaro Aria. The Barber of Seville bercerita tentang Figaro, seorang tukang cukur yang laris-manis usahanya.

Sesudah itu adegan berikutnya berupa cuplikan dari opera L'elisir D'amore atau Elixir of Love menceritakan seorang gadis bernama Adina yang jatuh hati pada seorang jejaka yang digilai-gilai banyak wanita di kotanya. Jejaka ini, si Nemorino yakin dia digila-gilai para wanita karena dia meminum ramuan cinta dari Dr. Dulcamara. Padahal dia didekati karena baru saja mendapatkan warisan dari pamannya. Sementara itu Adina yang ingin menarik perhatian Nemorino, dirayu oleh sang dokter untuk meminum ramuannya juga. Para pelakon utama cuplikan opera ini ada 3 orang: seorang soprano yang menjadi Adina, seorang bariton-tenor yang menjadi Dr. Dulcamara dan yang menjadi Nemorino, seorang bariton. Mendengarkan suara pelakon Dr. Dulcamara, saya jadi kesengsem suaranya yang sangat bagus, benar-benar bagus. 

Cuplikan opera terakhir berasal dari The Pirates of Penzance dari tiga judul opera yang ditampilkan mahasiswa-mahasiswa Yale School of Music jurusan opera. Untuk masuk ke jurusan ini, mereka harus menjalani audisi dan dari 300 orang yang mendaftar, hanya 7 orang saja yang diterima. Saringannya sangat ketat, berupaya untuk mendapatkan pemain-pemain opera yang jempolan. Setelah The Pirates of Penzance selesai, para pemain berdiri menghadap penonton yang mengelu-elukan mereka dan memberikan penghormatan lewat "standing ovation". Kemudian acara dilanjutkan dengan tanya-jawab antara murid-murid sekolah yang hadir menonton opera dengan para pemainnya. Tanya-jawab berlangsung sangat seru, membuktikan kalau operanya bisa menarik perhatian murid-murid SD dan SMP yang hadir. Program seperti ini yang berusaha mengenalkan atau meningkatkan kecintaan pada seni, kerap kali dilakukan dengan dukungan dari beberapa universitas terkemuka di negara bagian Connecticut dan pihak swasta. 

Adegan dari Opera The Pirates of Penzance





 Saat acara tanya-jawab antara murid-murid dan pemeran opera










Saturday, August 11, 2012

Jagalah Aib Anakmu, Jangan Over Sharenting

Jaman sekarang rasanya tidak aneh bagi sebagian orang tua untuk menampilkan photo-photo anak-anaknya atau bercerita tentang kebisaan, kekurangan dan kelebihan mereka. Sejalan dengan berkembangnya dunia networking melalui Facebook, Twitter, blog dan lain-lain, yang namanya "sharenting" alias shared-parenting sudah sangat dimaklumi. Tapi sayangnya, segelintir orang tua suka lupa atau mengabaikan kenyataan bahwa anak-anak juga butuh yang namanya privacy. Meski mereka masih muda, bayi atau balita, misalnya, bukan berarti hal-hal dari mereka bisa dibuka di depan umum begitu bebasnya. Contohnya, memajang photo-photo bayi atau balita tanpa sehelai pakaian pun.

Bayi atau balita memang lucu sekali. Tubuh mereka yang bentuknya kadang membuat gemas bukan main bisa membuat orang tua lupa diri. Apalagi kamera mudah sekali didapat makin memudahkan para orang tua untuk unjuk gigi keunikan anaknya masing-masing. Hal yang suka dilupakan adalah kelucuan dan keluguan anak-anak bukan selalu hal yang mesti disebarluaskan. Tidak perlu bersungut-sungut membahas adanya orang-orang gila yang berbahaya terhadap anak-anak, itu tentunya harus dinomorsatukan untuk selalu waspada. Hal yang suka diabaikan dan dilupakan para orang tua adalah anak-anak juga bisa merasakan malu dan tidak nyaman.

Beberapa kali saya menjumpai photo-photo anak dalam keadaan yang membuat saya kurang nyaman karena "full frontal nudity" atau photo bugil tampak depan dari seorang anak. Bisa jadi si anak masih bayi yang belum tahu apa-apa. Tapi apakah sebegitu perlunya untuk mengambil photonya dalam keadaan bugil yang lalu diberitahukan ke banyak orang tentangnya? Meski si anak sedang berenang atau mandi dan mau tidak mau mesti telanjang. Saya juga punya photo anak-anak dalam keadaan yang menggiurkan saat mereka bayi dan balita, tapi itu cuma untuk mata kami saja. Keluarga dan saudara lainnya pun tidak kami bagi photo-photonya. Sebelum kita memasang sebuah photo di jalur network tertentu, pikirkan baik-baik adakah gunanya.

Mungkin orang tua lain akan bilang itu hak mereka untuk berbagi cerita lewat gambar-gambar anak mereka. Tapi hak seorang anak juga untuk dihormati kehormatannya dan keberadaannya. Kalau memang harus memperlihatkan photo anak yang banyak terlihat bagian tubuhnya, usahakan bagian kemaluannya selalu ditutup. Kelak anak akan tumbuh besar dan mengerti photo-photo itu. Jangan sampai dia merasa malu dan jadi minder mengetahui photo dirinya dalam keadaan bugil disebarluaskan orang tuanya. Hal yang lain, jangan pula menyebarluaskan keburukan anak di dunia network. Sebagai orang tua kita harus maklum, anak itu kadang berubah sikap dan sifatnya sesuai usia mereka. Jangan menggossipkan mereka di dunia maya. Anak-anak juga punya perasaan kan?
Kalau kita tidak mau digossipkan orang, anak tentu juga merasa demikian.



D. Yustisia

(Terbit di dianadji.multiply.com  4 Juni 2012)

Friday, August 10, 2012

PRESTASI EMILY DI YALE/NEW HAVEN YOUNG ARTIST SOLO COMPETITION

(Catatan kecil tentang si sulung - dianadji.multiply.com 06/12/12)



Pada tanggal 29 Mei yang baru saja lalu, putri sulung kami, Emily, mengikuti kompetisi solo musisi muda untuk murid-murid sekolah negeri di New Haven. Tahun ini dia berlaga untuk kategori kelas 7-8. Kompetisi ini bukan yang pertama kalinya Emily ikuti, tapi ke-4. Tiga tahun lalu saat pertama kalinya dia ikut, tidak ada kategori sama sekali. Dia berlaga melawan anak-anak SMP dan SMA, sedangkan dia saat itu masih kelas 4 SD. Emily berhasil meraih juara 6 (juara harapan 3). Tahun berikutnya dia mengikuti lagi kompetisi yang sama dan masih belum dibagi dalam kategori, dan Emily mendapatkan juara 7.

Seiring bertambah mahirnya permainan biola Emily, dia ingin meraih kesempatan yang lebih tinggi lagi. Tahun lalu dia menjadi wakil sekolahnya untuk bertanding di kompetisi solo, meski tidak mendapatkan juara, dia merasa mendapatkan tambahan "jam terbang" dalam hal berlomba dengan musisi-musisi muda lainnya. Untuk tahun ini Emily agak ragu untuk mengikuti kompetisi sekali lagi. Tapi pihak sekolah hanya punya seorang wakil, yaitu dia. Persiapan Emily sangat baik menjelang kompetisi, apalagi diselingi dengan keikutsertaannya dalam Concerto Competition di sekolah musiknya untuk mendapatkan tempat sebagai pemain solo bersama Concert Orchestra. Emily mendapatkan acungan jempol dan masukan berharga, tapi anak lain yang terpilih menjadi soloist.

Upaya Emily untuk menyiapkan dirinya mengikuti kompetisis kemarin termasuk santai. Dalam kurun waktu setahun saya, Emily dan guru biolanya mencari gubahan yang paling layak untuk kompetisi lalu mengasah ketrampilannya lebih tinggi lagi lewat teknik permainan yang makin sulit dan canggih. Saya sebagai ibunya, berusaha mengatur semua keperluan Emily selama les musiknya, mengimbangi dengan tugas-tugas sekolahnya dan mendampinginya di rumah saat latihan. Saat hari H tiba, Emily terlihat sangat santai dan "take it easy" menghadapi 21 anak yang turut berlomba juga. Ketiga juri yang menilai kompetisinya merupakan orang-orang yang sudah banyak pengalamannya soal musik, seorang pengajar di Yale University School of Music, direstor of Bands juga dari Yale University dan education director dari New Haven Symphony Orchestra. Wajah sumringah Emily terlihat saat salah satu juri, Wendy Sharp, mengumumkan dia mendapat JUARA  KEDUA. Kami sangat bersyukur jerih-payahnya selama ini membuahkan hasil. Selamat Emily!


Berikut adalah photo-photo dari panitya penyelenggara, Yale School of Music.