Setiap kali saya dan keluarga bepergian, pasti ada saatnya kami membutuhkan WC atau kamar kecil. Dari WC di sebuah restoran fast food, WC di tempat pengisian bahan bakar, sampai ke WC di gedung New York Stock Exchange dan hotel berbintang, pernah saya datangi. Tapi baru sekali itu saya terkagum-kagum pada penampilan WC wanita di Rhode Island School of Design Museum of Art di kota Providence, Rhode Island. Begitu saya membuka pintu WC, mata saya terbelalak melihat wallpaper yang menghiasi dindingnya. Wallpaper itu bergambarkan mata dan wajah beberapa gadis yang sepertinya berasal dari gambar dari illustrasi era 1800-an. Nuansa warna di dalam WC adalah hitam-putih dengan garis-garis yang tegas dan klasik. Kamar kecilnya sendiri bersih dan elegan, dengan harum yang berbau sejuk. Ruangannya sendiri tidak mewah, tapi kenyamanan, kebersihan dan keindahannya tentunya, sangat menarik hati. Kamar kecil pun ternyata bisa dibuat semenarik mungkin, apalagi karena berada di titik pusat sekolah design ternama di Amerika.
Welcome to My Sanctuary
If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer...
If you're a pretender, come sit by my fire.
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!
(INVITATION - Shel Silverstein)
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer...
If you're a pretender, come sit by my fire.
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!
(INVITATION - Shel Silverstein)
Thursday, February 28, 2013
Thursday, February 21, 2013
Grand Central Terminal di New York City
Sesudah saya ajak melihat bagian dalam stasiun terbesar di Amerika Serikat dan juga dunia, Grand Central Terminal, yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-100, (klik link ini ), sekarang saya ajak anda untuk melihat bagian luar gedung yang megah ini. GCT, begitu Grand Central terminal disingkat, merupakan stasiun kereta tersibuk di Amerika yang didatangi puluhan juta orang tiap harinya. Dari pukul 5:30 pagi sampai 2 dini hari, tempat ini berjalan menjadi sarana banyak orang untuk menuju tempat kerja, pulang ke rumah, liburan atau sekedar berbelanja barang-barang unik dan jalan-jalan. Bagian luar GCT tidak kalah menariknya dengan bagian dalam stasiun yang anggun ini. Dua patung elang, yang satunya berada di bagian stasiun diantara Vanderbilt Avenue dan 42nd Street, terlihat gagah menyambut tiap pengunjung. Jalanan di depan GCT selalu ramai oleh lalu-lintas, terutama taxi kuning ciri khas kota New York yang memadatinya. Orang hilir-mudik di tengah keramaian kota yang serasa tak pernah mati. Di antara gedung-gedung pencakar langit yang mengelilingi stasiun, gedung berwarna abu-abu ini terlihat kontras di tengah-tengah sederatan gedung yang berkaca.
Bangunan berupa stasiun kereta yang juga tempat untuk berbelanja di
toko-toko unik dan khas, atau butik, dan mencicipi berbagai makanan dari
yang biasa sampai yang gourmet, hampir saja tidak terselamatkan akibat
kurangnya perhatian untuk mengurusnya. Sebuah badan yang berusaha
mempertahankan keberadaan GCT sebagai kekayaan kota New York, dan bukti
sejarah perkembangan transportasi di kota ini, berjuang untuk memastikan
gedung GCT tidak akan dihancurkan. Salah satu yang turut gigih
memperjuangkannya adalah mantan ibu negara, Jackie Kennedy Onasis,
mantan istri Presiden John F. Kennedy. Akhirnya pada tahun 1976, The
National Register of Historic Places memasukkan gedung Grand Central
terminal sebagai salah satu bangunan bersejarah dan layak untuk
dipertahankan dan dipelihara, yang termasuk kategori kekayaan nasional
dalam wujud bangungan bersejarah. Pada tahun 1990, Metropolitan Transportation Authority menanamkan
modal sebesar $160 juta untuk memperbaiki dan meningkatkan keberadaan
GCT. Konsep dari para arsitek dari firma Beyer Blinder Belle dijadikan
nyata, melalui bantuan dari Williams Jackson Ewing, seorang retail
specialist, untuk mengatur isi GCT sehingga bisa memasukkan berbagai
macam unsur ke dalamnya, seperti adanya toko-toko, tempat untuk pameran
bagi umum, dll. Perjalanan panjang yang sudah mencapai 100 tahun itu
makin menguatkan Grand Central Terminal menjadi salah satu daya tarik
kota New York.
Seratus Tahun Grand Central Terminal
Siapapun yang pergi ke kota New York, pasti ingin tahu dan melihat sendiri kemegahan stasiun kereta ini, GRAND CENTRAL TERMINAL. Tahun ini, tepatnya pada tanggal 2 Februari, GCT merayakan ulang tahun ke-100. Stasiun kereta yang terletak di 89 East 42nd Street, New York City, mempunyai sejarah yang panjang seiring pertumbuhan dan perkembangan kota New York. Puluhan juta orang datang dan pergi melalui stasiun kereta terbesar di dunia ini, termasuk suami saya yang tiap hari menggunakannya menuju dan kembali dari tempat kerjanya. Meski saya sudah beberapa kali datang ke GCT, rasanya masih saja ada hal-hal yang belum saya ketahui sebelumnya. Tempat semegah dan seluas GCT patut untuk dikagumi seharian. Jadi, saat saya beserta keluarga sedang berjalan-jalan ke kota New York, saya berusaha untuk melihat semua detail yang terlihat. Satu hal yang paling kentara adalah beberapa jendela raksasa yang di saat tertentu diterobos sinar matahari yang masuk diantara gedung-gedung pencakar langit yang mengelilingi GCT. Selain itu, saat berada di GCT, tengoklah ke atas dan pandangi langit-langit gedungnya yang berhiaskan berbagai rasi bintang.
Sejarah berdirinya Grand Central Terminal dimulai saat tokoh penting perekonomian saat itu, yang turut membesarkan kota New York, Cornelius Vanderbilt, membeli Hudson River Railroad dan menggabungkannya dengan New York Central Railroad. Dengan penggabungan ini, jalur kereta api dari dan ke New York bertambah, tapi resiko pemakaian kereta bertenaga batu bara di tengah kepadatan kota New York menjadi pemikiran utama. Dari situlah ide untuk menggunakan kereta bertenaga listrik lahir dan karena itu harus ada stasiun kereta yang bisa memadai penggunaan kereta listrik. Pada tahun 1869 Vanderbilt membeli lahan yang terletak diantara 42nd Street dan 48th Street, serta antara Lexington dan Madison Avenue. Gedung pertama Grand Central dibangun dengan ukuran lebar 100 kaki (30.48 meter) dan panjang 650 kaki (198.12 meter), dan termasuk bangunan yang dibangun dengan teknik tinggi pada abad 19, layaknya menara Eiffel. Gedung pertama ini dinamakan Grand Central Depot, yang dirancang oleh John B. Snook.
Hari Rabu lalu, saya dan seorang teman berjanji untuk bertemu di GCT. Tempat pertemuan kami sepakati dekat jam di tengah-tengah bagian utama GCT. Jam berwarna keemasan ini adalah satu dari sekian ciri khas GCT yang dijadikan tempat para pengunjung untuk melihat jadwal kereta, bertemu dengan seseorang, atau sekedar melihat-lihat sekeliling di tengah riuh-rendahnya stasiun. Gedung Grand Central Terminal yang sekarang berdiri adalah gedung baru yang dibangun berdasarkan rancangan designer dari firma Reed & Stem, yang dijadikan nyata oleh para arsitek dari firma Warren & Wetmore, di tahun 1903. Pada tahun teresebut, pembangunan gedung yang akan menjadi Grand Central Terminal dimulai, dengan menggali dan membangun di bawah tanah sedalam 30 kaki (9.144 meter), tanpa menganggu lalu-lintas di atasnya. Pada hari Minggu, 2 Februari 1913, pukul 12:01 pagi (dini hari), gedung Grand Central Terminal lahir dan menjadi bagian penting dari kota New York. Pada saat peresmiannya, diperkirakan 150 ribu orang datang. Sesudah itu, satu per satu gedung-gedung pencakar langit berdiri di sekitar GCT, yang diantaranya memiliki sambungan langsung ke ruangan uatama GCT, yaitu Hotel Commodore dan Graybar Building.
Selain menjadi tempat orang untuk mendapatkan kereta menuju tujuan mereka, GCT juga adalah tempat untuk mendapatkan berbagai makanan atau barang-barang unik. Di bagian bawah terminal, terdapat dining concourse, tempat dimana beberapa kedai makanan berada. Di sini makanan dengan berbagai rupa bisa didapatkan, dari mulai bermacam-macam sup, sandwich, kue-kue, minuman, sampai makanan besar seperti steak, dan makanan berdasarkan bangsa, seperti makanan China, Thailand, Yunani dll. Toko-toko yang tersebar di GCT merupakan toko-toko yang unik dan berkelas menengah sampai mewah, seperti toko Swatch, Vincent Camuto, toko kertas Papyrus, toko barang unik dan keren, Cylone, dsb. Selain itu, di GCT ada Grand Central Market yang menjajakan berbagai pilihan makanan berjenis gourmet, dengan penawaran beragam keju, wine, pasta, chocolate, dll. Grand Central Terminal bukan hanya tempat untuk naik dan turun dari dan ke tujuan tertentu, tapi juga bisa menjadi tempat wisata yang lain dari yang lain. GCT juga menjadi tempat untuk berlangsungnya berbagai pameran dan acara khusus seperti saat menjelang Natal dan tahun baru. Bahkan, kadang peragaan busana pun diadakan di sini, tepatnya di tempat yang dulunya pernah menjadi ruang tunggu.
Saat saya dan dua putri saya datang ke New York baru-baru ini, kami menyempatkan untuk mampir ke sebuah kedai kue dan roti. Zaro adalah satu dari sekian kedai makanan di Grand Central Terminal, yang menawarkan berbagai macam jenis kue-kue dan roti. Di label bungkus kedai ini dituliskan kalau Zaro didirikan pada tahun 1927. Para pengunjung GCT bisa membeli kue atau roti untuk sarapan, makan siang, ngemil, atau oleh-oleh. Sebagai tambahan pengetahuan, Grand Central Terminal dinyatakan sebagai gedung yang masuk ke dalam daftar bangunan bersejarah di Amerika Serikat pada tahun 1976, sebagai "national historic landmark". Wujud dari GCT sekarang adalah pencerminan wujudnya saat gedung megah ini pertama kali diresmikan di tahun 1913.
Grand Central Main Concourse
Sejarah berdirinya Grand Central Terminal dimulai saat tokoh penting perekonomian saat itu, yang turut membesarkan kota New York, Cornelius Vanderbilt, membeli Hudson River Railroad dan menggabungkannya dengan New York Central Railroad. Dengan penggabungan ini, jalur kereta api dari dan ke New York bertambah, tapi resiko pemakaian kereta bertenaga batu bara di tengah kepadatan kota New York menjadi pemikiran utama. Dari situlah ide untuk menggunakan kereta bertenaga listrik lahir dan karena itu harus ada stasiun kereta yang bisa memadai penggunaan kereta listrik. Pada tahun 1869 Vanderbilt membeli lahan yang terletak diantara 42nd Street dan 48th Street, serta antara Lexington dan Madison Avenue. Gedung pertama Grand Central dibangun dengan ukuran lebar 100 kaki (30.48 meter) dan panjang 650 kaki (198.12 meter), dan termasuk bangunan yang dibangun dengan teknik tinggi pada abad 19, layaknya menara Eiffel. Gedung pertama ini dinamakan Grand Central Depot, yang dirancang oleh John B. Snook.
Hari Rabu lalu, saya dan seorang teman berjanji untuk bertemu di GCT. Tempat pertemuan kami sepakati dekat jam di tengah-tengah bagian utama GCT. Jam berwarna keemasan ini adalah satu dari sekian ciri khas GCT yang dijadikan tempat para pengunjung untuk melihat jadwal kereta, bertemu dengan seseorang, atau sekedar melihat-lihat sekeliling di tengah riuh-rendahnya stasiun. Gedung Grand Central Terminal yang sekarang berdiri adalah gedung baru yang dibangun berdasarkan rancangan designer dari firma Reed & Stem, yang dijadikan nyata oleh para arsitek dari firma Warren & Wetmore, di tahun 1903. Pada tahun teresebut, pembangunan gedung yang akan menjadi Grand Central Terminal dimulai, dengan menggali dan membangun di bawah tanah sedalam 30 kaki (9.144 meter), tanpa menganggu lalu-lintas di atasnya. Pada hari Minggu, 2 Februari 1913, pukul 12:01 pagi (dini hari), gedung Grand Central Terminal lahir dan menjadi bagian penting dari kota New York. Pada saat peresmiannya, diperkirakan 150 ribu orang datang. Sesudah itu, satu per satu gedung-gedung pencakar langit berdiri di sekitar GCT, yang diantaranya memiliki sambungan langsung ke ruangan uatama GCT, yaitu Hotel Commodore dan Graybar Building.
Grand Central Terminal Clock
Selain menjadi tempat orang untuk mendapatkan kereta menuju tujuan mereka, GCT juga adalah tempat untuk mendapatkan berbagai makanan atau barang-barang unik. Di bagian bawah terminal, terdapat dining concourse, tempat dimana beberapa kedai makanan berada. Di sini makanan dengan berbagai rupa bisa didapatkan, dari mulai bermacam-macam sup, sandwich, kue-kue, minuman, sampai makanan besar seperti steak, dan makanan berdasarkan bangsa, seperti makanan China, Thailand, Yunani dll. Toko-toko yang tersebar di GCT merupakan toko-toko yang unik dan berkelas menengah sampai mewah, seperti toko Swatch, Vincent Camuto, toko kertas Papyrus, toko barang unik dan keren, Cylone, dsb. Selain itu, di GCT ada Grand Central Market yang menjajakan berbagai pilihan makanan berjenis gourmet, dengan penawaran beragam keju, wine, pasta, chocolate, dll. Grand Central Terminal bukan hanya tempat untuk naik dan turun dari dan ke tujuan tertentu, tapi juga bisa menjadi tempat wisata yang lain dari yang lain. GCT juga menjadi tempat untuk berlangsungnya berbagai pameran dan acara khusus seperti saat menjelang Natal dan tahun baru. Bahkan, kadang peragaan busana pun diadakan di sini, tepatnya di tempat yang dulunya pernah menjadi ruang tunggu.
Grand Central Dining Concourse
Grand Central Terminal Passageway
Saat saya dan dua putri saya datang ke New York baru-baru ini, kami menyempatkan untuk mampir ke sebuah kedai kue dan roti. Zaro adalah satu dari sekian kedai makanan di Grand Central Terminal, yang menawarkan berbagai macam jenis kue-kue dan roti. Di label bungkus kedai ini dituliskan kalau Zaro didirikan pada tahun 1927. Para pengunjung GCT bisa membeli kue atau roti untuk sarapan, makan siang, ngemil, atau oleh-oleh. Sebagai tambahan pengetahuan, Grand Central Terminal dinyatakan sebagai gedung yang masuk ke dalam daftar bangunan bersejarah di Amerika Serikat pada tahun 1976, sebagai "national historic landmark". Wujud dari GCT sekarang adalah pencerminan wujudnya saat gedung megah ini pertama kali diresmikan di tahun 1913.
Sunday, February 17, 2013
Gillette Castle Yang Anggun dan Mengesankan
Berdiri di sebuah bukit tinggi diantara rangkaian perbukitan di yang terkenal sebagai Connecticut River Valley, adalah sebuah bangunan megah dan agung yang terbuat dari batu. Bangunan itu tepatnya berada di puncak tertinggi di bagian paling selatan dari rangkaian perbukitan bernama The Seven Sisters. Gedung itu adalah GILLETTE CASTLE, di kota East Haddam. Istana yang kelihatannya seperti berasal dari jaman Medieval ini, sebenarnya dibangun di abad modern. Seorang aktor bernama William Hooker Gillette merancang istana ini beserta hampir keseluruhan isinya, memiliki dan menempatinya. Bagunannya terbuat dari batu yang berasal dari daerah setempat, yang dikelilingi oleh kerimbunan hutan yang cocok untuk menjelajahi alam dan mendaki gunung.
Saat kami datang ke istana ini, bagian dalamnya sedang ditutup dan istananya sedang diperbaiki. Para pengunjung bisa mendatangi bagian luar istana dan berjalan-jalan di sekitarnya tanpa dipungut biaya. Mungkin saat bagian dalam istana batu ini dibuka lagi di musim semi, kami bisa melihat dan mengaguminya lebih dekat. Sementara itu, kami mengagumi kehebatan bangunan yang didirikan selama lima tahun dari tahun 1914 - 1919 oleh 20 orang pekerja ini, cukup dari luarnya. Itu saja sudah penuh dengan decak kagum akan keunikkannya. Di sekitar istana, terdapat batu-batuan atau mineral yang sangat cocok bagi pecinta dan pemerhati mineral. Formasi dari batu-batuan yang terkenal di daerah ini berupa Hebron Formation, yang terdiri dari batu-batuan gneiss (baca: nice) dan pegmatite. Selain itu, masih ada beberapa jenis batu-batuan yang salah satunya garnets, yang biasa dipakai untuk dijadikan perhiasan. Di gedung penerimaan pengunjung (visitor center), terdapat butiran batu-batu garnet yang tersebar di anak tangganya. Tidak lupa, di berbagai penjuru terdapat keunikkan di halaman istana yang salah satunya berupa vegetable cellar, atau ruangan untuk menyimpan sayuran yang suhunya cukup sejuk dan bebas dari sinar matahari.
William Hooker Gillette semasa hidupnya terkenal sebagai seorang pemain teater dan sempat bermain untuk film bisu. Dia dikenal akan perannya menjadi Sherlock Holmes. Selain menjadi aktor, Gillette itu adalah seorang penulis novel, sutradara, produser dan penulis naskah drama (playwright), serta pencipta beberapa ketrampilan panggung. William Gillette adalah putra mantan senator Amerika Serikat, Francis Gillette, dan lahir di ibukota negara bagian Connecticut, Hartford pada tahun 1853. Gillette adalah keturunan dari pendiri kota Hartford, Thomas Hooker. Saat berkeliling menulusuri alam sekitar Gillette Castle, pemandangan yang paling berkesan tentunya Connecticut River yang membentang di bawah perbukitan. Terlihat ferry yang hilir-mudik membawa kendaraan menyeberangi sungai. Saat kami berada di puncak Connecticut River Valley itu, matahari hampir terbenam dan pemandangannya luar biasa indahnya.
Saat kami datang ke istana ini, bagian dalamnya sedang ditutup dan istananya sedang diperbaiki. Para pengunjung bisa mendatangi bagian luar istana dan berjalan-jalan di sekitarnya tanpa dipungut biaya. Mungkin saat bagian dalam istana batu ini dibuka lagi di musim semi, kami bisa melihat dan mengaguminya lebih dekat. Sementara itu, kami mengagumi kehebatan bangunan yang didirikan selama lima tahun dari tahun 1914 - 1919 oleh 20 orang pekerja ini, cukup dari luarnya. Itu saja sudah penuh dengan decak kagum akan keunikkannya. Di sekitar istana, terdapat batu-batuan atau mineral yang sangat cocok bagi pecinta dan pemerhati mineral. Formasi dari batu-batuan yang terkenal di daerah ini berupa Hebron Formation, yang terdiri dari batu-batuan gneiss (baca: nice) dan pegmatite. Selain itu, masih ada beberapa jenis batu-batuan yang salah satunya garnets, yang biasa dipakai untuk dijadikan perhiasan. Di gedung penerimaan pengunjung (visitor center), terdapat butiran batu-batu garnet yang tersebar di anak tangganya. Tidak lupa, di berbagai penjuru terdapat keunikkan di halaman istana yang salah satunya berupa vegetable cellar, atau ruangan untuk menyimpan sayuran yang suhunya cukup sejuk dan bebas dari sinar matahari.
William Hooker Gillette semasa hidupnya terkenal sebagai seorang pemain teater dan sempat bermain untuk film bisu. Dia dikenal akan perannya menjadi Sherlock Holmes. Selain menjadi aktor, Gillette itu adalah seorang penulis novel, sutradara, produser dan penulis naskah drama (playwright), serta pencipta beberapa ketrampilan panggung. William Gillette adalah putra mantan senator Amerika Serikat, Francis Gillette, dan lahir di ibukota negara bagian Connecticut, Hartford pada tahun 1853. Gillette adalah keturunan dari pendiri kota Hartford, Thomas Hooker. Saat berkeliling menulusuri alam sekitar Gillette Castle, pemandangan yang paling berkesan tentunya Connecticut River yang membentang di bawah perbukitan. Terlihat ferry yang hilir-mudik membawa kendaraan menyeberangi sungai. Saat kami berada di puncak Connecticut River Valley itu, matahari hampir terbenam dan pemandangannya luar biasa indahnya.
Saturday, February 16, 2013
Mampir ke Rumah Paul Revere
Di daerah bagian utara kota Boston, dimana jalanannya sebagian masih berupa jalanan berbatu yang usianya lebih tua daripada Amerika Serikat, yang merdeka pada 14 Juli 1776, terdapat sebuah rumah tertua dan bersejarah. Berbicara mengenai Boston, berarti berbicara juga mengenai Perang Revolusi (Revolutionary War) antara rakyat Amerika Serikat melawan pasukan Inggris (mewakili kerajaan Inggris Raya). Satu pahlawan yang lahir dari Perang Revolusi itu adalah Paul Revere. Paul Revere adalah pahlawan nasional Amerika yang jasanya dikenang bukan karena dia berjuang dengan senjata, tapi karena jasanya untuk memberitahu kedatangan pasukan Inggris lewat kode tertentu. Kode tersebut adalah;"two if by sea, one if by land". Artinya: dua pelita akan digantungkan di menara bel Christ Church kalau pasukan Inggris datang melalui Charles River ke Cambridge, atau menggantung sebuah pelita kalau pasukan Inggrisnya datang lewat darat melalui Boston Neck. Pada 18 April 1775, Paul Revere mengendarai kudanya bergegas menuju kota Lexington sesudah diantarkan oleh dua orang kawannya memakai perahu pada malam hari, menghindari pasukan Inggris yang memasuki perairan Boston. Tugas Paul Revere adalah untuk memberitahu dua orang patriot lainnya, John Hancock dan Samuel Adams, supaya bersiap menghadapi serbuan pasukan Inggris.
Cerita sejarah mengenai Paul Revere dan patriot lainnya, disampaikan oleh seorang park ranger dari United States National Park. Tour guide yang saya dan keluarga saya ikuti ini gratis dan bermula dari Faneuil Hall, menyelusuri beberapa jalan bersejarah menuju Boston North End. Ada beberapa pilihan jalan dengan sejarah yang berbeda-beda yang ditawarkan untuk bisa diikuti. Penguraian sejarah mengenai rumah Paul Revere dan daerah North End serta jasa Paul Revere, dilakukan di tempat terbuka di seberang rumahnya oleh seorang park ranger. Rumah Paul Revere adalah rumah tertua di Boston yang dibangun pada tahun 1680.
Pemilik pertama rumah yang kemudian ditinggali oleh PaulRevere dan keluarganya, adalah Robert Howard. Rumah ini awalnya berupa townhouse berlantai dua di daerah North Square. Pada pertengahan abad 18, atapnya ditinggikan untuk menambah lantai ketiga. Paul Revere membeli rumah ini pada tahun 1770, dan menempatinya dari tahun 1770 - 1800, bersama istrinya, Sarah, ibunya, Deborah, dan lima putranya. Pada tahun 1800 rumah ini dijadikan tenement, atau rumah yang dipisah-pisahkan ruangannya untuk disewa oleh beberapa orang. Jadi bisa terbayang bagaimana sumpek dan sesaknya rumah ini. Lantai dasar rumah ini juga sempat dijadikan toko, dari mulai toko permen, sampai toko buah. Lalu pada tahun 1902, cicit Paul Revere bernama John P. Reynolds Jr., membeli rumah tersebut karena takut kalau rumahnya dirombak atau diruntuhkan mengikuti modernisasi. Setelah beberapa tahun dia dibantu oleh yayasan Paul Revere mengumpulkan dana dan membuka rumah keluarganya menjadi museum pada tahun 1908. Rumah Paul Revere merupakan rumah bersejarah pertama yang dijadikan museum di Amerika Serikat.
Paul Revere adalah seorang wiraswastawan yang juga seorang pengrajin logam (silversmith). Rumahnya ini menyerupai wujudnya pada akhir abad 17, yang hampir semua bagiannya merupakan bagian asli, seperti: 2 pintu, 3 kerangka jendelanya, bagian dari lantainya juga dasar rumah, serta bagian dalam tembok rumah. Bagian dalam rumahnya menggambarkan ciri khas rumah pada masa Kolonial (pendudukan Inggris), dengan perapian yang besar dan sanggahan rumah yang kokoh. Saya dan anak-anak mengunjungi rumah Paul Revere karena tertarik dengan sejarahnya. Biaya masuknya sangat murah, $3 untuk dewasa dan $1 untuk anak dan tanpa antrian panjang. Para pengunjung dipersilahkan masuk ke rumahnya dan melihat sendiri isi rumah yang di beberapa ruangan berisi barang-barang milik keluarga Revere. Sayangnya, pengunjung dilarang mengambil gambar di dalam rumah. Jadi saat di dalam rumahnya, saya sengaja menyentuh dan mengelus dinding, pintu, jendela rumah dan kagum akan kekokohan dan kehebatan rumah tua ini. Tiap benda yang ada di dalamnya mempunyai cerita sendiri dan tak ada satu pun yang membosankan. Di halaman rumah, terdapat kotak kaca besar yang isinya adalah lonceng seberat 900 pounds, mortar dan gembok dari kapal USS Constitution , yang kesemuanya merupakan buatan Paul Revere dan putranya. Di tengah halaman ada tempat untuk beristirahat, yang dijadikan tempat melepas lelah anak-anak.
Sumber sejarah tentang Paul Revere:The Paul Revere House
Cerita sejarah mengenai Paul Revere dan patriot lainnya, disampaikan oleh seorang park ranger dari United States National Park. Tour guide yang saya dan keluarga saya ikuti ini gratis dan bermula dari Faneuil Hall, menyelusuri beberapa jalan bersejarah menuju Boston North End. Ada beberapa pilihan jalan dengan sejarah yang berbeda-beda yang ditawarkan untuk bisa diikuti. Penguraian sejarah mengenai rumah Paul Revere dan daerah North End serta jasa Paul Revere, dilakukan di tempat terbuka di seberang rumahnya oleh seorang park ranger. Rumah Paul Revere adalah rumah tertua di Boston yang dibangun pada tahun 1680.
Pemilik pertama rumah yang kemudian ditinggali oleh PaulRevere dan keluarganya, adalah Robert Howard. Rumah ini awalnya berupa townhouse berlantai dua di daerah North Square. Pada pertengahan abad 18, atapnya ditinggikan untuk menambah lantai ketiga. Paul Revere membeli rumah ini pada tahun 1770, dan menempatinya dari tahun 1770 - 1800, bersama istrinya, Sarah, ibunya, Deborah, dan lima putranya. Pada tahun 1800 rumah ini dijadikan tenement, atau rumah yang dipisah-pisahkan ruangannya untuk disewa oleh beberapa orang. Jadi bisa terbayang bagaimana sumpek dan sesaknya rumah ini. Lantai dasar rumah ini juga sempat dijadikan toko, dari mulai toko permen, sampai toko buah. Lalu pada tahun 1902, cicit Paul Revere bernama John P. Reynolds Jr., membeli rumah tersebut karena takut kalau rumahnya dirombak atau diruntuhkan mengikuti modernisasi. Setelah beberapa tahun dia dibantu oleh yayasan Paul Revere mengumpulkan dana dan membuka rumah keluarganya menjadi museum pada tahun 1908. Rumah Paul Revere merupakan rumah bersejarah pertama yang dijadikan museum di Amerika Serikat.
Paul Revere adalah seorang wiraswastawan yang juga seorang pengrajin logam (silversmith). Rumahnya ini menyerupai wujudnya pada akhir abad 17, yang hampir semua bagiannya merupakan bagian asli, seperti: 2 pintu, 3 kerangka jendelanya, bagian dari lantainya juga dasar rumah, serta bagian dalam tembok rumah. Bagian dalam rumahnya menggambarkan ciri khas rumah pada masa Kolonial (pendudukan Inggris), dengan perapian yang besar dan sanggahan rumah yang kokoh. Saya dan anak-anak mengunjungi rumah Paul Revere karena tertarik dengan sejarahnya. Biaya masuknya sangat murah, $3 untuk dewasa dan $1 untuk anak dan tanpa antrian panjang. Para pengunjung dipersilahkan masuk ke rumahnya dan melihat sendiri isi rumah yang di beberapa ruangan berisi barang-barang milik keluarga Revere. Sayangnya, pengunjung dilarang mengambil gambar di dalam rumah. Jadi saat di dalam rumahnya, saya sengaja menyentuh dan mengelus dinding, pintu, jendela rumah dan kagum akan kekokohan dan kehebatan rumah tua ini. Tiap benda yang ada di dalamnya mempunyai cerita sendiri dan tak ada satu pun yang membosankan. Di halaman rumah, terdapat kotak kaca besar yang isinya adalah lonceng seberat 900 pounds, mortar dan gembok dari kapal USS Constitution , yang kesemuanya merupakan buatan Paul Revere dan putranya. Di tengah halaman ada tempat untuk beristirahat, yang dijadikan tempat melepas lelah anak-anak.
Sumber sejarah tentang Paul Revere:The Paul Revere House
Thursday, February 14, 2013
Picture Perfect Week 6: WINTER WONDERLAND
Ah, winter! When the snow falls, the world seems moving in slow motion. All the noises are muffled and subdued. But, then winter, also means piles of snow, make that big pile of snow. That's what happened after last week big blizzard of 2013 hit our state. We are miserable. We are tired of shoveling and digging. On Monday, the snow was still piling, like rows of hills and mountains on the sides of the roads. On Tuesday, some were melting, and we rejoiced, and the hills also mountains became giant puddles. Then Wednesday came, the puddles are frozen. Ice everywhere.
This picture happened when my daughter and I took a long walk (about 2 miles) to the closest supermarket to get some groceries one day after the blizzard. Our trip was hard because we had to walk in the middle of the street, since not all of the side walks were cleared of snow. Then suddenly, a big wind blew and my daughter turned around, so she wouldn't get sprinkles of snow. And in that moment, I captured her silhouette with one amazing backdrop of snowflakes flew towards us riding the sunlight.
My contribution for Picture Perfect: WINTER WONDERLAND.
This picture happened when my daughter and I took a long walk (about 2 miles) to the closest supermarket to get some groceries one day after the blizzard. Our trip was hard because we had to walk in the middle of the street, since not all of the side walks were cleared of snow. Then suddenly, a big wind blew and my daughter turned around, so she wouldn't get sprinkles of snow. And in that moment, I captured her silhouette with one amazing backdrop of snowflakes flew towards us riding the sunlight.
My contribution for Picture Perfect: WINTER WONDERLAND.
Tuesday, February 5, 2013
Eli Whitney Museum & Workshop Yang Menawan
Di kota New Haven, diantara kerimbunan pohon yang hampir masuk
perbatasan dengan kota tetangga, Hamden, terdapat sebuah tempat menarik
bernama Eli Whitney Museum & Workshop.
Kesempatan pertama berkunjung ke tempat menarik ini adalah saat
anak-anak diundang ke perayaan ulang tahun teman sekelas si bungsu. Eli
Whitney Museum & Workshop memiliki tempat pelatihan dan berkarya
yang keutamaannya mengajarkan mekanik dan permesinan. Untuk undangan
ulang tahunnya, anak-anak diajak untuk membuat karya dari kayu, berupa
kotak berwujud gajah.Meskipun nama tempatnya memakai kata "museum", jangan membayangkan seperti museum yang barang-barang yang dipamerkan ada dalam gedung. Museum unik ini memperlihatkan kerja dari Mill River yang menggerakkan kincir yang menjadi sumber tenaga industri pada tahuan 1800-an di New Haven. Eli Whitney adalah tokoh terkenal di New Haven yang turut mengembangkan dan memajukan industri di negara bagian Connecticut melalui penggunaan tenaga air.
Mengunjungi Eli Whitney Museum & Workshop berarti menikmati pemandangan alamnya yang asri dan cantik di musim semi dan musim gugur. Ada sebuah jembatan tertutup berwarna merah yang menghiasi laham museum. Jembatan ini dibangun berdasarkan pada rancangan Ithiel Town. Jembatas asli dibangun tahun 1820 dan dinamakan The Town Bridge, yang menggunakan teknik "lattice truss" dari ide Ithiel Town. Sayangnya jembatan asli rusak karena banjir dan pada tahun 1979, jembatan pengganti yang mencontoh teknik yang sama dibangun oleh Eli Whitney Vocational-Technical High School. Di lahan yang sama terdapat air terjun yang digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin yang ada di Armory. Sungai yang mengalir bernama Mill River merupakan sumber tenaga yang dipergunakan Eli Whitney. Selain itu terdapat bangunan berupa barn yang dijadikan tempat untuk pelatihan atau membuat ketrampilan. Kelas ketrampilan dibuka untuk umum dan bisa dipergunakan oleh sekolah.
Kelas ketrampilan dari Eli Whitney Museum & Workshop menekankan
pada prakarya dari bahan kayu yang bisa digerakkan oleh mesin sederhana. Saat kami berada di kelas ketrampilannya, ada beberapa remaja yang siap sedia membantu anak-anak yang butuh bantuan. Keselamatan menjadi hal yang utama, sebagai contohnya anak-anak diminta memakai goggle atau kacamata khusus yang bisa melindungi mata mereka saat membuat prakarya. Kelas ketrampilannya disediakan berdasarkan umur dengan kesulitan yang beragam, serta tema yang menarik.
.
Subscribe to:
Posts (Atom)